Shobha Success Story

    1. Joined: 1999

    2. Coach: HD Coach

    3. Financial Independent 2007

    4. Financial Freedom 2008

    5. Time Freedom 2009

    6. Economically Free 2010

picturetopeople.org-e1971e51ae4c15a101164613bf3e1ec0f5efac97c2a4ba3aa3 (1)

Sebetulnya saya malu menceritakan perjalanan ‘karier’ saya di komunitas ini karena bisa dibilang kisah saya berbeda jauh dari kisah teman teman yang lain, tapi karena desakan teman teman dan juga karena sudah merupakan keharusan keorang anggota EF Champion meneceritakan kisahnya, maka bolehlah saya mulai tuliskan pengalaman hidup saya ini.

Saya Shobha Chugani. Dari nama saja pastinya orang tahu saya ada keturunan India . Betul, papa saya orang India yang sudah turun temurun hidup di Inggris sedangkan mama WNI keturunan India . Saya dan adik lahir di Jakarta, tepatnya di bilangan Pasar Baru. Opa dan Oma dari ibu dulunya memang pedagang textil di pasar ini. Untuk buat saya jengkel mudah saja, cukup bilang saya ini adalah India Singapore. Entah kenapa kami sekeluarga dari dulu paling tidak suka dengan orang orang India yng hidup di Singapore karena kami selalu memandang mereka sebagai orang India yang sombong dan selalu menghina negara Indonesia. Oya, entah bagaimana saya ini pegang 2 paspor, Inggris dan Indonesia. Dari garis orang tua saya berwarga negara Inggris tapi paling anti kalau tanah air asal ibu saya dijelek jelekkan. Sekedar info saja, waktu SMA dan menjelang kuliah saya pernah giring warga negara Singapore keturunan India agar ‘menginap’ di imigrasi Indonesia hanya gara gara itu – penghinaan. Akibat mereka dg santai ngomong orang Indonesia mereka anggap tolol tolol. Saya sudah peringatkan mereka tapi mereka malah makin jadi jadi. Nah, suatu ketika sengaja sudah saya siapkan tape recorder. Tentu saja mereka marah hebat dengan saya. Tapi di sisi lain ibu dan saudara saudara disini mendukung saya. Karena mereka sudah merasa lahir besar hidup dari Indonesia .

Sedikit mengenai papa saya. Beliau seorang businessman yang sukses bukan dari warisan melainkan memang ketangguhan dirinya. Kami sekeluarga bisa dibilang sangat makmur bahkanpun dikalangan penduduk sekitar rumah kami di London . Kami biasa dalam bahasa Inggris disebut ‘borned with silver spoon’ karena memang demikianlah. Dari kecil hingga SMP kami tinggal di RICHMOND GEORGIAN HOUSE yang dulunya merupakan bagian dari istana Raja Henry VII di pinggir sungai Thames .

Kemudiannya saya SMA di Gandhi Memorial School Jakarta dan lebih banyak waktu dengan ibu karena waktu itu Oma saya dari ibu sudah sakit sakitan dan harus ada yg merawat hingga akhirnya meninggal setelah saya selesai SMA.

Image result for RICHMOND GEORGIAN HOUSE picture

Suatu hal yang amat saya banggakan dari papa adalah cara beliau dalam mendidik anak anaknya tidak pernah dibiasakan bermewah mewah. Untuk punya sepeda yang pertama saya harus menabung selama 15 bulan dengan caranya menyisihkan dari jatah mingguan saya, yang memang juga jumlahnya tidak besar, asal sekedar cukup buat makan/minum kalau terpaksa jajan karena selalu bawa bekal dari rumah dan juga buat transport. Sejak SD hingga SMP untuk kesekolah saya selalu naik tram meskipun ada 3 mobil di garasi dan salah satunya Rolls Royce. Juga dalam hal pakaian, perhiasan tidak boleh mahal. Lucu memang tapi berakibat sampai sekarang saya terbiasa pakai imitasi. Tentu tidak sedikit teman teman tanya kenapa tidak pakai emas, berlian atau platina. Selalu saya jawab seperti yang papa saya ajarkan untuk menjawab: you are just what you are.

Di Jakarta kakak dari ibu saya yang menjaga kami mewakili ayah, termasuk mendidik dan mengarahkan. Kami wajib patuh pada beliau menggantikan ayah saya selama di Indonesia. Beliau adalah om Ram Sharandas. Pernah suatu ketika di hari Minggu  om saya ini ajak saya ke Cikini, tepatnya ke Bapindo (sekarang Mandiri) buat menemui seseorang yang lebih muda dari dia. Saya tidak berani tanya tanya karena memang tidak pantas saya mempertanyakan ke orang yg mewakili ayah saya. Sesampai di sana rupanya sedang ada pertunjukkan teknik pernafasan dari perguruan Naga Gini. Satu persatu menunjukkan kebolehan mematahkan benda benda keras. “Itu teman om” kata om Ram sambil menunjuk dan beri isyarat ke seseorang dari kejauhan. Orang yang ditunjuk kemudian balas melambaikan tangan. Tapi dia belum bisa menghampiri kami karena sedang akan beri pertunjukkan. Beberapa benda keras seperti batang pompa yg disusun berlapis lapis dia patahkan. Termasuk didorong 2 orang dari kiri dan kanan pakai batang besi hingga patah, besinya. Hebat! Kok bisa ya? Selesai setelahnya orang itu menghampiri kami lalu om Ram memperkenalkan saya ke orang itu. Apa yang buat saya heran waktu itu om saya bilang: “Shoba nanti selanjutnya kamu belajar banyak dari om ini”. Tentu saya heran karena buat apa saya belajar matah matahkan besi. Agaknya om saya bisa menangkap keheranan saya itu makanya segera beliau menambahkan ‘maksud om kamu belajar Life Guidance dari beliau”. Barulah saya bisa mengerti dan itulah awal saya bertemu dengan The Conceptor komunitas ini  di tahun 1999; kita sebut saja AKI. Tapi kemudian agaknya beliau tidak ada waktu buat membimbing  saya makanya kemudian beliau mengirim seseorang untuk jadi pelatih saya, salah satu siswa beliau dan orang itu…India Singapore; kena batunya deh saya. Orang ini sedang tinggal sementara di Indonesia . Sejak awal saya sudah tidak simpatik pada orang ini yang bernama Vijay. Beda 9 tahun di atas saya. Waktu itu usia saya 18 tahun, baru saja lulus SMA. Karena itu tadi, dia selalu saja jelek jelekkan Indonesia padahal dia lagi cari makan di negeri ini. Mungkin kalau terbatas di hal itu saja saya bisa kesampingkan. Tapi ternyata lucu sekali dia pakai cara itu untuk memikat saya agar tinggal bersamanya di Singapore . Karena didorong ingin tahu saya iseng saja tanya lebih jauh keseriusannya, eh, mengejutkan! Sudah ajak tinggal bersama ternyata dia hanya mau saya jadi pacarnya, belum terpikir untuk menikah. Orang gila! Berani amat ajak ajak saya pindah ke Singapore hanya untuk living together bersamanya. Sinting! Jadinya saya tidak bisa fokus ke Life Guidance yang dia ajarkan ke saya karena selalu bikin saya jengkel. Sebetulnya segala didikan Aki ke dirinya sudah banyak yang terserap dirinya tapi hanya satu itu saja dan satu itu bikin gap antara dia dan saya. Singkat cerita setelah dia dipulangkan dengan paksa ke Singapore (deportasi) dengan akal akalan saya tadi, saya minta ganti pelatih.

Aki kemudian menunjuk pak Umesh seorang WNI keturunan India juga yang juga kebetulan teman om Ram untuk melatih saya. Om saya  sendiri waktu itu memang belum cukup kualifikasi jadi pelatih. Pelatih kedua ini mulai mendidik saya tahun 2000 saat saya mulai persiapan kuliah dan pindah ke London . Kebetulan pak Umesh ini memang tinggalnya sekota dengan papa saya. Beliau justru jarang ke Jakarta . Dari beliau ini saya belajar mengelola keuangan membangun Pilar ke 2. Usianya sekitar 50 tahun diatas saya karena memang segenerasi dengan papa saya. Sebetulnya cukup bagus cara beliau membimbing. Tapi di setiap akhir sesi selalu dia cur-hat mengenai istrinya ke saya. Selalu ada saja, apakah istrinya selalu bawel, boros, istri paling mahal di dunia dsb dsb…. Ujung ujungnya baru saya sadari ternyata beliau ini  menginginkan saya gantikan istrinya…. wah wah wah! The same story. Saya protes ke Aki minta diganti lagi. Aki juga geleng geleng kepala heran tidak menyangka pak Umesh siswa dari siswanya (calon pelatih saya berikutnya, bu Ningsih) berkelakuan seperti itu. Papa jadi marah dengan adiknya, om saya.

155ab-yuningsih03

Yuningsih

Pelatih ketiga yang ditunjuk aki kali ini perempuan, bu Yuningsih Ambar. Wanita keturunan Arab. Orangnya termasuk ketujuh orang sukses dari hasil menerapkan konsep Aki. Sebetulnya saya sangat kagum dengan ibu ini. Di banding dengan kedua pelatih saya terdahulu pengetahuan Uni-G sangat dalam sekali. Tidak heran kalau beliau ini sekarang sangat sukses. Disiplin sekali. Beliau pindah dari Ambon ke Volendamn, Belanda. Memang Aki sengaja menunjuk beliau karena pas saya harus memulai kuliah di Cambridge, Inggris ambil Faculty of Computer Science & Technology dan jarak Inggris – Belanda mudah diseberangi, apalagi saya pemegang paspor Inggris. Mengenai kuliah saya ini, awalnya saya ambil teknik kimia tetapi di tahun berikutnya pindah ke komputer. Saat kuliah komputer ini saya memulai wiraswasta kecil kecilan di bidang Teknologi Informasi di bawah bimbingan bu Ningsih. Saya berhasil menerima order programming dari mulai payroll hingga terakhir disain dan instalasi sistem pabrik terpadu keseluruhan. Awal bisnis ini saya mulai dari nol, hanya modal komputer dan software yang diam diam saya beli di Glodok. Kemudiannya setelah bisnis mulai menghasilkan barulah beli yang original. Sangat mahal software ori ini untuk ukuran mahasiswi seperti saya. Saya kost, lodging di luar kampus tinggal dengan sebuah keluarga Inggris yang baik sekali. Kiriman bulanan dari papa? Papa hanya tanggung uang kuliah dan biaya hidup tahun pertama. Setelahnya saya disuruh cari sendiri atau ambil student loan dan kalau mentok baru boleh minta.

Image result for Faculty of Computer Science & Technology Cambridge picture

Cambridge Computer Science

Kembali ke bisnis sampingan ini, saya bisa selalu menang tender jika kebetulan itu adalah tender terbuka karena tarif saya murah. Tentu dong, itukan program yang saya tulis sendiri, apakah dari Visual C, SQl, untuk Windows atau Linux, Unix dan dengan sendirinya kalau mau saya jual berapapun murahnya bisa saja; mau Rp 10 ribu per software juga bisa. Tentu itu terjadi di awal usaha. Selanjutnya bisa terjadi karena saya bangun jalur ke  sekelompok programmer murah sekitar 40 sampai 100 orang yang bisa saya kumpulkan dengan cepat di Mumbay (dulunya disebut Bombay) atau Delhi. Makanya saya bisa selalu menang tender. Ini semua hasil binaan dan pengarahan dari bu Ningsih.

Ini lagi masalah lainnya. Kalau dulu pria pria pelatih saya itu naksir saya, sekarang siibu ini pikirannya selalu ke orang yang dia naksir. Report deh. Tidak etis kalau saya beberkan disini. Yang jelas ini membuatnya tidak fokus dalam melatih saya karena dia selalu tanya keadaan si bapak dan korek korek informasi mengenai di bapak karena selalu dia berpikir saya tahu banyak soal bapak ini padahal saya juga bisa dibilang belum lama mengenal bapak ini. Rupanya dia mau jadi pelatih saya juga karena memandang si bapak ini (sorry ya bu, kalau kebetulan baca tulisan saya ini : – D). Lama lama saya jadi jengkel karena setiap ketemu selalu ada saja yang dia tanyakan dan selesai sesi dia titip tugas buat saya yang tidak lain menyuruh saya melakukan sesuatu untuk kepentingan dia pribadi. Padahal saya sudah berulang kali tegaskan bahwa sibapak ini kan sudah xxxxx tapi seakan akan dia tidak peduli. Akhirnya th 2003 kembali saya minta ke aki untuk ganti pelatih. Kali ini orang Indonesia asli  bernama XYZ yang sebetulnya sudah hampir sukses diantara tokoh tokoh sukses di Equitas Club. Bekerja untuk lebih dari 5 perusahaan.  Tinggal di Palm Court dan mobil BMW seri 7. Beliau ini juga adalah coach-nya bung Komik. Usianya 6 tahun diatas saya, belum menikah dan cukup tampan. Dari kata kata ini pasti teman teman bisa menebak kelanjutannya. Tunggu dulu. Sebetulnya di awalnya saya tidak terpikir untuk menjalin kasih dengan ‘kang mas’ ini. Awalnya segala sesuatunya berjalan lancar. Kesemua itu muncul perlahan lahan karena seringnya bersama sama. Sekalipun jarak Jakarta – London bisa terbilang jauh tetapi dalam rangka tugas dari kantornya dia sering sekali ke London, setiap bulan dan selalu sedikitnya 5 hari di London .

Saya dan dia sebetulnya selalu berusaha jaga jarak. Kami berusaha profesional karena tahu ada kode etik pelatih dan murid dilarang menjalin kasih. Om Ram, keluarga saya lainnya dan juga keluarga mas XYZ tidak ada curiga sedikitpun dan memang saat itu kami belum saling membuka diri. Namun tidak bagi sang maestro perguruan. Sewaktu mas XYZ ajak saya konsultasi ke aki pas Aki sedang transit di Zurich, Swiss, beliau rupanya bisa menangkap cara kami saling menatap satu sama lainnya. Aki tidak mau bicara langsung pada poinnya tapi beliau hanya memberi ilustrasi: “kalau di film James Bond – ‘the spy who love me’ itu kedua pasangan bisa sukses sinergi karena keduanya berkedudukan sama. Tapi di dunia ini (sambil narik nafas), banyak contoh misalnya seorang mahareshi yoga saja juga bisa bubar misinya karena kepincut muridnya.”. Waktu itu kami berdua hanya senyum saja menanggapinya.

Akhirnya kami tetap berpacaran. Tapi ujungnya bubar berikut hubungan kepelatihan. Hanya karena hal hal spele, seperti waktu bertemu yang sering tidak tepat,  terlalu banyak tuntutan dari dia karena dia ingin merubah saya total, karena jalan pikirannya sudah terlanjur jauh kedepan- melihat saya sebagai istrinya. Tetapi yang sangat signifikan adalah perangainya yang lama ke lamaan semakin ketahuan buruknya terutama sifat sombongnya; persis seperti apa yang bung Komik ceritakan.

Hubungan percintaan saya hancur dan ternyata berefek juga pada bisnis saya. Awalnya dilatih oleh mas XYZ ini sebetulnya usaha saya berkembang sangat pesat. Beliau ini memang bagus dalam bisnis. Saya banyak belajar leadership dan pengelolaan usaha dari beliau ini. Dari awal punya software house kecil akhirnya berkembang menjadi IT consultant dan terus berlanjut jadi management consulting seperti Accenture atau Booz Allen Hamilton. Meski tentunya tidak sebesar mereka tetapi saya sempat buka cabang hampir di semua manca negara dan di tiap negara cukup hanya mempekerjakan 6 orang karyawan saja termasuk programmer dan system analyst. Ini bisa karena seperti yang saya jelaskan sebelumnya tim programmer keroyokan di belakang layar berada di India . Kemudiannya saya menjadi tidak fokus dan tidak antusias, mulai tidak bisa menerapkan segala ilmu yang saya peroleh dari perguruan dalam aplikasi bisnis. Ya karena itu tadi, pikiran terpecah ke love story dan sialnya lebih saya prioritaskan ke yang satu ini dari pada bisnis. Akibatnya cukup memukul saya. Dari 18 cabang yang telah saya bangun dengan susah payah menyusut drastis dalam 1 ½ tahun jadi tinggal 6 cabang dan itu belum cukup. Akibat loose control, beberapa branch manager berbuat seenaknya menggelapkan uang perusahaan – menciptakan hutang! Seakan akan sungguh hancurlah hidup saya waktu itu. Terparah lagi, mas XYZ dengan enteng memutuskan hubungan dengan saya, karena dia anggap saya ini keras kepala, tidak bisa ikuti maunya dia.

Akhirnya setelah punya kisah kasih selama 4 tahun itu, saya datang mengunjungi aki di Jakarta sambil nangis dan minta maaf di akhir tahun 2006. Waktu itu om Ram juga lagi ada disitu. Aki cuma senyum senyum saja kebapakan. Waktu Aki sedang berpikir siapa lagi yg pantas jadi pelatih saya, om saya langsung meng-cut dan minta, lebih tepatnya memohon supaya Aki langsung yang jadi pelatih. Agak lama aki baru bisa memutuskan dan itupun dengan kata kata ‘yah dari pada nanti ada pemecahan rekor penggantian pelatih dalam komunitas ini untuk hanya 1 orang siswi’.

Akhirnya Aki jadi pelatih saya sampai sekarang. Aki melatih saya disaat kondisi ekonomi pribadi dan bisnis saya di dalam tanah. Dalam hal ini saja saya acungi 2 jempol ke beliau ini karena bukan semata mata membangun bisnis kembali seperti hampir dari nol tetapi beliau juga harus kerja keras memulihkan semangat dan tentunya mental saya yang sudah sakit sekali. Tidak mudah. Berbagai teknik atau bisa dibilang segala macam jurus (kalau ini di silat) beliau keluarkan. Dari sekedar motivasi sampai berbagai terapi apakah hipnoterapi, terapi hati sampai apa yang namanya ‘Give & Forgive’ itu. Saya pernah dibawa ke rumah sakit (bukan karena sakit fisik) atau ke rumah penyandang cacat. Awalnya saya tidak mengerti. Kemudiannya beliau jelaskan: “look around and realize how lucky you are!”. Di lain waktu saya pernah diajak ke Panti Asuhan milik pak Suprapto (Tiki). Disana beliau bilang ke saya: “Shobha mau kembali sukses seperti dulu?” Saya hanya mengangguk malas. Beliau kemudian nyuruh saya 2 hal disana: 1. menyantuni anak anak yatim itu, memberi mereka uang 2. menyayangi mereka dengan cara: a. menggendong, b. menyuapi makan.

Memang beda, namanya saja langsung belajar dari konseptor. Hasilnya? Remarkable! Bisnis saya mulai merayap naik lagi perlahan tapi pasti entah bagaimana dan dasarnyapun tidak saya mengerti. Waktu saya tanya Aki hanya bilang: “sesuatu yang memang dasarnya irrasional buat apa lagi harus kita jelaskan secara rasional? Yang penting sudah kita lihat dan buktikan nyatanya”. Bisnis saya dari 18 cabang merosot ke 6 akhirnya lebih dari 30 cabang di seantero dunia hingga kemudiannya saya jual sebagian besar sesuai perintah Aki, saya diversifikasi ke textil, parfum, karpet dan sebelum berujung ke financial market.

Image result for Situ Ayu Salintang

Situ Ayu Salintang

Kalau saya perhatikan di awal tahun pertama belajar dengan beliau cara aki dalam melatih siswanya lebih banyak diserahkan kembali kepada diri kita. Beliau berikan rambu rambunya dan segala akibatnya jika kita melakukan sesuatu tapi selebihnya diserahkan kepada kita. Jadi kita lebih sering merasa tidak enak sendiri. Akan tetapi kemudiannya beliau bisa sangat keras dan disiplin yang sangat ketat ketika kita mulai mendekati ujung tangga sukses. Hal yang terlucu dan selalu saya ingat hingga kini waktu itu mental saya sedang down sekali karena bisnis belum juga kembali sembuh. Saya sengaja cari beliau yang sedang ‘nyepi’ berada di Situ Ayu Salintang yang berada di persimpangan Jalan Cikahalang dan Jalan Raya Dawuan-Cirebon. Saya nangis, biasalah namanya wanita. Beliau narik saya mendekati pinggir telaga itu. Tadinya saya pikir mau diceburkan, ternyata saya disuruh lihat muka saya yang tercermin di telaga itu. Lalu beliau Cuma bilang: ‘tuh, lihat, jelekkan muka orang yang putus asa. Nah, sekarang hapus tuh air mata, senyum, dan baca buku ini’. Buku yang dipinjamkan ke saya adalah  “Failing Forward: Turning Mistakes into Stepping Stones for Success” dari John Maxwell.

Image result for falling forward john maxwell

Hal yang saya kagumi lagi dari beliau adalah kesanggupan beliau untuk selalu bertindak profesional dalam hubungan pelatih dan siswa. Beliau tahu bahwa disamping hubungan pelatih dan siswa sebetulnya juga bisa terjadi hubungan emosi kalau kebetulan berlawanan jenis, tapi beliau bisa! Meskipun sering terjadi tatapan pandang memandang dalam pengajaran tapi bisa saya rasakan pandangan tersebut murni profesional, tidak ada kontak batin. Padahal dalam perjalanan saya menuju kesuksesan bersama aki, banyak sekali moment moment yang bisa dengan mudah menjurus ke perbuatan negatif. Kesempatan itu sudah sering terbuka banyak sekali. Terkadang saya harus akui sudah berapa kali justru kekalahan itu datang dari saya. Aki adalah figur yang saya pandang tidak sekedar coach. Beliau mendampingi saya di saat saya hancur, membangunkan dan membangkitkan saya dari kejatuhan dari posisi saya di dalam tanah, muncul ke permukaan, bangkit berdiri lagi hingga terbang melangit. Bagaimana ya, disinilah susahnya, saya pandang beliau bagai teman sejati, saudara, pahlawan dan sempat saya harus berterus terang ujung ujungnya saya anggap kekasih. Nah, untuk yang terakhir ini beliau bersikap tegas memposisikan dirinya dan selalu rajin mengingatkan saya siapa dia itu – pelatih, tidak bisa lebih dari itu. Tidak heran jika kemudiannya di kalangan siswi siswinya beliau dijuluki the Iceman. Beda sewaktu dengan pelatih pelatih dulu godaan selalu dimulai dari mereka. Ujung ujungnya saya selalu menangis dan minta maaf ke aki. Malu ah…

Sekarang saya bisa senyum senyum sendiri memutar kembali kisah saya sejak awal belajar dari aki. Terakhir waktu ritual recognition sebagai Economically Free Achiever saya sudah siapkan baskom (basin) berisi air. Awalnya Aki tidak mengerti maksud saya. Tapi setelah saya minta beliau lihat wajahnya sendiri di baskom itu beliau jadi ingat dan tertawa.