Aylen’s Success Story

Author: Lie aylen kwok
Sebelum lanjutkan cerita saya ada baiknya saya lebih dulu ucapkan Terima Kasih kepada Sri Rachmawati atas bantuannya mengedit tata bahasa di penulisan ini. Sebab saya akui bahasa Indonesia saya kurang bagus.
Aylen31

Aylen Kwok

Sri Rachmawati

 

    1. Joined: 1999
    2. Coach: HD Coach
    3. Financial Independent 2004
    4. Financial Freedom 2007
    5. Time Freedom 2009
    6. Economically Free 2011
    7. Chinese University of Hong Kong

 

Nama saya Lie Aylen Kwok. Saya lahir tanggal 27 Febuari 1981 di kota Harbin bagian dari propinsi Heilongjiang, Cina daratan. Sekarang setelah menjadi siswa Uni-Syn saya menjalani profesi sebagai terapis atau penghusada. Profesi yang saya lakukan sekarang ini bisa dibilang melenceng dari pekerjaan papa yang bekerja sebagai insinyur mekanik alat alat berat. Papa saya kerja di perusahaan kontraktor asing asal Australia yang bernama Thiess. Papa saya dulunya kuliah di negeri kanguru. Setelah lulus sengaja kembali pulang ke tempat leluhur di Harbin dengan maksud mencari kerja disini dan dapat bekerja di Harbin Xingjian Construction Company Engineering & co. ltd. Disini, ditanah kelahiran, papa bertemu dan menikah dengan mama saya. Setelah beberapa tahun bekerja disini, papa tidak melihat banyak kemajuan. Beliau melamar ke perusahaan asal Aussie tersebut dan ditempatkan di Balik Papan, Kalimantan. Disini perusahaan tempat papa bekerja menyewakan peralatan berat ke perusahaan tambang batu bara, Arutmin. Kami mulai pindah ke Balik Papan di tahun 1987.

Kenal dengan Master Coach

Di tahun 1992 papa dipindahkan tugas ditarik ke Kantor Pusat untuk Indonesia di Jakarta. Kami sekeluarga jadinya turut pindah dan tinggal menempati rumah dinas di daerah Cilandak. Setahun kemudian mama mencoba buka usaha spare parts mobil dengan menyewa ruko di daerah Kemayoran. Hasil bisnis mama maju pesat hingga bisa beli rumah kecil di daerah Sunter.

Ekonomi rumah tangga kami berjalan lancar. Kami hidup sangat bahagia. Sampai terjadi kerusuhan tanggal 15 Mei 1998 di Jakarta dan banyak kota besar lainnya di Indonesia. Kerusuhan besar tak terkendali mengakibatkan ribuan gedung, toko maupun rumah di kota-kota Indonesia hancur lebur dirusak dan dibakar massa.

Image result for kerusuhan mei 1998 picture

Pada tanggal 13 Mei 1998 papa berada di Cengkareng, tidak bisa pulang. Papa telpon kami meminta kami semua menyusul besok dengan pakaian secukupnya saja.

Besoknya jam 4 pagi tgl 14 Mei mama dan adik kakak saya sudah siap berangkat menuju Cengkareng. Satu hal yang tidak disangka adalah saking buru burunya kemarin itu sampai lupa passport saya tertinggal di ruko. Jadinya saya putuskan akan ke Ruko dengan sopir. Saya merasa berani karena disamping dengan supir yang orang pribumi juga eskalasi kerusuhan belum menaik cepat. Jadinya saya dan keluarga terpaksa terpisah. Pak Amin sopir saya baru sampai rumah sekitar jam 7. Padahal dia biasanya jam 5:30 sudah sampai. ‘Sepi jalanan nci. Susah kendaraan. Jadinya saya lama.

Sampai di ruko sudah jam 7:30. Didepan toko kami telah datang Polisi Anti Huru-hara dengan membawa Tameng Transparan. Mengantisipasi keadaan, saya suruh pak Amin memotong tripeks buat melindungi jendela kaca agar batu tidak masuk.

Menjauhi Kemayoran massa mulai berkumpul puluhan orang. Polisi anti huru-hara tidak mengambil tindakan apa-apa, tidak membubarkan kerumunan massa.

Jalan sepi dari kendaraan yang lewat. Ini sekitar jam 10. Toko-toko mulai tutup. Massa bertambah banyak karena angkutan kota tidak dapat lewat. Mobil Suzuki Escudo kami terhalang banyak orang. Saya paksakan supir untuk menerobos masuk. Mobil kami di tendang beberapa orang. Dalam perjalanan saya lihat seorang anak berumur 12-13 thn melempar batu ke salah satu toko yang kami lewati. Diikuti oleh yang lain, orang orang dewasa. Massa mulai beringas. Mereka mulai mencari sasaran yang bangunan ada kacanya. Saya lihat ke belakang mobil. Beberapa orang mulai membakar ban bekas dijalan.

Suasana jalan dari Kemayoran menuju rumah kami di Sunter semakin mencekam. Saya lewati massa yang berteriak-teriak: “Hoi, keluar yang punya rumah”,sambil mengedor-gedor pintu-pintu. Pecahan kaca terus terdengar

Herannya, ada beberapa truk polisi anti huru-hara yang justru melewati mobil saya, bukannya membubarkan massa. Keadaan makin tak terkendali. Seakan memberikan peluang bagi mereka untuk berbuat semaunya tanpa mengambil tindakan mencegah massa tersebut. Saya segera ambil keputusan agar pak Amin mengikuti truk yang paling belakang, tempel terus, supaya kami aman.

Melewati ruko ruko, saya lihat massa mulai membongkar toko elektronik dan sedang menjarah barang yang ada dengan mereka mengeluarkan barang-barang keluar toko, seakan tidak ada lagi hukum negara dan hukum karma. Sebagian polisi tsb masih ada hanya melihat saja,membiarkan hal tsb terjadi.

Massa semakin banyak dari berbagai arah. Teriakan massa semakin histeris. Kaca kaca bank yang saya lewati hancur.

Akhirnya saya melewati rumah Sunter tapi sengaja tidak mampir lagi, terlalu berbahaya. Saya memang dari Kemayoran sudah mengarahkan mobil ke bandara. Ada rasa sedih melihat rumah kami dari jauh. Entah apakah mungkin kami bisa kembali lagi kesitu.

Akhirnya kami sampai Jl Jend Ahmad Yani (By Pass). Karena banyaknya massa, mobil saya tertinggal dari truk truk polisi itu. Saya semakin panik. Seakan akan bandara jadi semakin jauh. Kami harus mencapai gerbang tol. Keadaan saya makin buruk. Mobil kami terhalang massa dan terpaksa mencoba memutar balik berlawanan arah ke Sunter lagi tapi kembali terhalang kerumunan orang yang sudah mulai ada di mana mana. Sialnya lagi, pak Amin bukannya cari jalan keluar malah menghentikan mobil, mematikan mesinnya dan lari keluar meninggalkan saya seorang diri di dalam mobil. Bahaya! Itulah yang ada dalam pikiran saya. Sudah tentu segera saya berlari menyusul pak Amin yang masuk ke jalan Sunter Kemayoran. Saya berlari sambil memanggil manggil pak Amin supaya saya jangan ditinggal. Tapi dia bukannya menghentikan larinya malah mempercepat lajunya. Tinggallah saya sendirian. Anda bisa bayangkan betapa ngerinya perasaan saya waktu itu.

Aylen

Jl Sunter Kemayoran malah sepi. Massa terkonsentrasi di Jl Ahmad Yani dan Kemayoran, atau pada jam itu mungkin belum pada ke arah situ. Pak Amin sudah tidak kelihatan lagi. Saya sudah tidak lari, tapi jalan saja, capek. Dalam kekacauan pikiran saya melewati seorang pria berusia 30an berjaket dan sedang menyender di pohon pinggir jalan. Mukanya tidak kelihatan karena tertutup topi pet. Dia terlihat sedang merenung sesuatu hingga waktu saya melewatinya tidak ada sedikit reaksi ke saya. Maaf, bukannya ingin menyombongkan diri, tapi sepanjang hidup saya sebagai berkat Tuhan hampir selalu jika saya melewati pria pasti pria itu akan mencoba melihat saya agak lama. Tapi orang ini tidak. Kemudian datanglah sesuatu yang sudah saya pikirkan dan takuti. Waktu berjalan melewati pria ini sebetulnya saya sudah melihat ada beberapa laki laki berjalan menuju saya. Masalahnya saya tidak punya pilihan. Kemana? Balik lagi sudah pasti tadi di jl By Pass ada banyak massa. Pikiran saya setelah ditinggal pak Amin ini hanyalah menuju rumah dan bersembunyi di sana. Saya berusaha menghindari pria pria ini, ada 4 orang. Tetapi justru mereka melebar menghalangi jalan saya. Sudah terbaca apa yang akan mereka lakukan. Segera saya balik berlari dan terbukti merekapun mengejar saya. Salah seorang berhasil mengejar dan menangkap tangan saya, pas di depan pria yang lagi melamun itu. Reaksi spontan saya berteriak ke arah pria bertopi ini meminta tolong. Pria ini tersentak kaget, barulah dia lihat saya, sekarang. Tapi keempat pria ini langsung mengancam dia agar jangan ikut campur. Saya sudah lebih dulu menduga pasti pria ini akan mengurungkan niatnya untuk menolong saya. Ternyata tidak. Dia justru balik berteriak “Lepaskan dia!”. Sekarang, 3 lelaki yang tidak memegang saya bergerak menuju dirinya. Saya dalam keadaan bahaya tapi waktu itu entah kenapa saya ada rasa kasihan membayangkan pasti lanjutannya pria ini bakal jadi babak belur. Ternyata lagi, saya salah duga. Tidak lama, hanya sekitar 5 menit keempat pria berbadan tegap dan berambut militer ini roboh dan hampir bersamaan. Sudah tentu saya kaget. Kemudiannya nantinya saya baru tahu waktu itu pria ini masih menyimpan berbagai ilmu yang disebut kanuragan. Diawali 3 pria itu langsung roboh muntah darah, bisa dibilang mengerikan, persis seperti klau kita lihat ayam baru saja dipotong lehernya dan dilepaskan. Mereka berguling guling di aspal sambil berteriak teriak akibat terkena pukulan yang disebut Brajamusti. Lalu lelaki yang memegang saya dengan mudah dipatahkan pergelangan tanganya, sampai saya sempat kaget mendengar bunyi patahnya ‘tek!’ hanya dengan ibu jari dan jari tengah pria ini. Patah infonya belakangan saya tahu karena ilmu Semu Gunting. Tanpa malu saya peluk pria yang sama sekali tidak saya kenal itu sebelumnya, muka saya benamkan ke dada pria itu sambil berkata lirih,”lindungi saya pak. Tolong”. 

Setelah saya mengenal pria penolong saya ini kemudiannya juga saya tahu bahwa itulah moment terakhir dia memiliki ilmu ilmu tersebut. Sebab setelah kejadian ini, di bulan Desember masih ditahun yang sama setelah dia menikah (12-12-1998) sengaja dia hanguskan segala ilmu ilmu digdaya tersebut. Ini dikarenakan ada semacam niat dari dirinya. Pria inilah yang kemudiannya menjadi Coach saya, yang lebih dikenal sebagai tokoh dan pendiri perguruan Universal Synergy.

Related image

Bertemu dengan Kakak ke 1.

Kami meninggalkan 4 pria yang mencoba perkosa saya. Bahaya belum selesai. Pria ini yang kemudiannya saya panggil shifu (guru) menanyakan tujuan saya kemana. Waktu saya bilang mau ke Sukarno-Hatta dia langsung gelengkan kepala tidak setuju. “Saya bawa ke tempat yang aman dulu” katanya lagi. “kemana?” tanya saya. “Ke rumah teman saya. Yang penting kamu mau tidak? Eh, namanya siapa sih?…hung I niang tse (perempuan berbaju merah)”. Kalau saja situasinya tidak lagi genting sudah pasti saya ketawa. Saya menduga pasti dia suka baca buku Ko Ping Ho. Tapi kenapa dia tahu Mandarin ya? Sebab Ko ping Ho selalu menggunakan dialek Ho Kian (Hung I Niang Tse = Ang I Nio Cu). Belakangan baru tahu dia punya sahabat orang Kek yang bernama Karina Young. Saya jawab “Aylen” dan saya bilang lagi saya tidak punya pilihan. Mau dibawa ke jurang sekalipun saya ikut. Shifu melepaskan jaketnya dan nyuruh saya memakainya, karena saya pakai baju atas warna merah dan bawahnya jeans. Lalu dia juga pakaikan topinya ke kepala saya tapi sebelumnya dia minta rambut saya yang panjang sebahu digulung ke atas disembunyikan ke dalam topi. Lalu ujung depan topinya dia tarik ke bawah sehingga menutupi muka saya. Saya mengerti maksudnya. Tadinya saya berusaha jalan cepat tapi dia menyuruh saya santai saja, jangan tunjukkan sikap ketakutan.

Related image

Kami ke Jl Ahmad Yani lagi. Mobil saya sudah hilang entah kemana. Baru saya ingat, pak Amin berlari keluar tanpa membawa kuncinya. Saya tidak pikirkan mobil, melainkan keselamatan saya.

Kami berjalan menyusuri Ahmad Yani menuju Sunter Kodamar, kompleks Marinir. Sepanjang jalan menuju kesana sudah tentu saya masih ada rasa takut meski sudah jauh berkurang. Saya anggap waktu itu seolah olah sedang dikawal seorang Chang Wu Jie (Tio Bu Kie). Kami lewati kerumunan massa.

Langit sudah mulai terlihat berubah terpolusi kepulan asap hitam dari oli terbakar. Saya terus berdoa agar Tien (Tuhan) melindungi saya. Saya berdoa memohon petunjuk bagaimana menyelamatkan diri. Dari kejauhan diatas kelihatan helikopter berputar-putar. Hanya begitu saja, lalu malah terbang menjauhi lokasi.

Akhirnya sampai juga kami di Kodamar. Kami menunggu sebentar di pos jaga. Tidak lama kemudian dari jauh saya lihat seorang wanita cantik dengan ukuran tinggi di atas rata rata, putih dan langsing datang menghampiri. Dewi Ratna namanya. Shifu memperkenalkan saya ke dia. Dia senyum, ramah dan terlihat cantik. Dari nama dan kecantikannya yang khas saya bisa tebak dia orang Sunda. Saya bertanya tanya siapa dia ini. Saya menyangka pastilah gadis ini kekasihnya shifu. Selanjutnya shifu menjelaskan apa yang belum lama terjadi ke dia dan dia menitipkan saya. Dewi sama sekali tidak berkeberatan. Rupanya pagi itu sebetulnya shifu baru saja menemui Dewi ini. Dari sini dia bingung musti pulang ke rumah naik apa karena tidak ada kendaraan umum. Makanya dia terpaksa jalan kaki dan sesampainya di Sunter itu dia istirahat sebentar sambil memikirkan sesuatu, yang ternyata kemudiannya saya ketahui dia sedang mencoba cari lokasi di daerah Sunter itu tempat dimana gurunya yang bernama pak Atmo pernah bertapa, Danau Sunter.

Singkat cerita saya tidur di tempat Dewi ini ada sampai beberapa hari hingga benar benar aman. Sebetulnya bisa saja pergi lebih cepat dari itu, tetapi Dewi menyarankan agar saya ke bandara bersama sama dia saja sekalian. Karena sebetulnya dia basis tinggal dan kerjanya di Paris, Perancis.

Mad Jo01b

Selama beberapa hari itu saya ingin sekali ketemu shifu, pria yang sudah mempertaruhkan nyawa menolong saya. Tapi dia sibuk mempersiapkan diri buat interview kerja, dapat panggilan dari perusahaan jasa perminyakan American based company di daerah Kemang Jakarta Selatan. Waktu itu Hand Phone belum meluas seperti sekarang.

Selama beberapa hari itu juga saya makin mengenal Dewi. Dengan fasilitas yang dia miliki, Dewi menghubungkan saya dengan orang tua saya di Hong Kong. Mungkin bagi sebagian orang, memberikan kesempatan telpon keluar negeri hanyalah sesuatu yang biasa. Tapi bagi saya waktu itu sangat luar biasa dan itu artinyapun Dewi luar biasa bagi saya. Keluarga semua dan saya sendiri menangis mengetahui saya selamat. Lega rasanya setelah selesai berbicara dengan mereka sampai hampir sejam. Saya bilang ke Dewi akan saya ganti nanti biaya telponnya tapi dia bilang tidak usah. Belum lagi dia tolong saya dalam pengurusan visa Hong Kong. Sedikit heran Dewi ini melalui channel yang dimiliki bisa begitu mudah menyediakan visa buat saya.

Dewi ini profesinya sebagai dosen Teknik Kimia di universitas ternama di Perancis, Sorbonne dan di Jakarta ini dia diminta mengajar di Seskoal. Herannya saya, kalaulah dia ini orang sipil, sebagai dosen, tapi kenapa wanita wanita disitu (Kowal) ataupun prianya yang selalu berseragam apakah berwarna biru ataupun loreng loreng terlihat selalu memberi hormat kepada teman baru saya ini. Tapi saya tidak mau pikir lebih jauh. Bagi saya yang penting dia sudah menolong turut menyelamatkan hidup saya. Cukup.

Perjalanan menuju bandara membuat saya gelisah tidak sabar ingin segera ketemu dengan keluarga. Mereka tinggal dengan saudara papa di Hong Kong karena rumah kami di Harbin sudah dijual sebelum kami pindah ke Balik Papan. Dewi akan pisah dengan saya di bandara ini. Dia akan menuju Paris.

Sebetulnya saya sangat kecewa shifu tidak bisa menemui saya di bandara. Padahal Dewi sudah berusaha minta tolong agar dia mau sediakan waktu. Tapi berhubung ibunya waktu itu sakit keras jadinya tidak bisa. Sampai di bandara saya sempat sengaja menunggu meskipun sudah ada panggilan boarding. Sampai akhirnya Dewi terima berita di pagernya, SMS belum merakyat. Saya tidak kuasa menahan tangis. Sebelum pisah Dewi menanyakan apa yang dia bisa bantu untuk disampaikan ke shifu. Saya berpikir sebentar, lalu saya putuskan minta tolong diberikan saja sapu tangan merah yang saya gunakan buat hapus air mata saya. Disitu ada sulaman nama saya ditulis kanji dengan benang emas. Dewi terlihat bingung sekali. Waktu itu saya belum tahu kenapa. Kalau sekarang tentunya sudah tahu. Belakangan waktu akhirnya saya bisa ketemu shifu, beliau cerita Dewi waktu memberikan sapu tangan saya itu dengan muka merengut dan nada ketus : ‘nih, hadiah dari pacar. Pakai saja sekalian sebagai jimat. Biar klop’. Itu cukup membingungkan shifu.

Kumpul kembali dengan keluarga di Hong Kong

Akhirnya saya bersama keluarga sudah selamat. Kemudian, bagaimana memulai hidup dengan keadaan serba hampir tidak ada? Masalah baru. Papa memang msih kerja. Ommitohud. Perusahaan tempat papa kerja sama sekali tidak terpengaruh dampak KRIS-MON kemudiannya. Tetapi tetap saja keuangan kami cukup besar terpengaruh, sekalipun papa digaji dalam US$ tetapi papa bukanlah golongan expatriate yang kelas tinggi dan biaya kehidupan di Hong Kong ini jauh lebih mahal dibanding Jakarta dan Balik Papan. Apalagi papa kini harus pulang pergi Jakarta- Hongkong menengok kami semua, minimal 3 bulan sekali, sebelum akhirnya papa berhasil minta pindah ke Hongkong. Tiket pesawat tidak dibayar perusahaan karena kami dianggap base-nya di Jakarta.

Rumah di Hong Kong ini kami tinggal dengan adik papa. Om saya ini, hanya bisa memberikan satu kamar untuk kami semua berempat plus papa kalau lagi datang kesini. Om saya itu sendiri tidur di sofa demi kami. Kami tidur dilantai dengan menaruh kasur lipat. Awal pas saya tiba di Hong Kong ini terhitung sudah lebih dari seminggu sejak tgl 14 Mei 1998. Kami tahu kami harus sementara menghidupi diri dengan mulai menghabiskan tabungan. Kebetulan jauh sebelum kerusuhan terjadi kami sudah punya rekening di HSBC. Tapi kami harus segera berusaha memperoleh penghasilan yang lebih besar selain dari gaji papa agar bisa menutupi kehidupan sehari hari.

Kami sempat bertemu dan berkumpul dengan orang orang Cina dari Indonesia yang exodus seperti kami ini di Hong Kong. Saya banyak dengar cerita yang sedih dan mengerikan. Paling menjadi trauma adalah kata kata yang terlontar waktu kerusuhan itu seperti “Ada cinanya nggak?”. Salah seorang dari mereka itu cerita dia melihat seorang gadis ditarik dari mobil dan berteriak-teriak “Mama, Mama”. Anak gadis itu langsung disergap dan digerayangi, yang laki-laki dipukul. Ada seorang laki-laki yang mulai mencoba menyentuh kemaluan gadis itu, tetapi diteriaki “He, punya Cina haram”. Kemudian anak gadis itu kemaluannya disodok pakai kayu. Tidak ada yang berani menolong mereka. Setelah korban ditinggalkan massa, ada seorang bapak mencoba menolong dengan memanggilkan taksi. Tapi tak ada taksi yang mau menolong. Akhirnya ada juga taksi yang mau berhenti. Mereka kemudian dibawa ke RS Graha Medika. Pada hari Sabtunya, 16 Mei 1998 pria teman baru kami ini sengaja pergi ke RS Graha Medika untuk menengok anak gadis itu. Tetapi mereka tak dia temukan, sudah pergi. Dia coba cari ke UGD. Di UGD dia melihat seorang bapak, yang lain lagi ini, dengan seorang ibu dan anak gadisnya yang mukanya ditutup pakai seprei. Mereka bicara pakai bahasa Mandarin “Kita pulang ke mana?” Mereka mondar-mandir kebingungan. Kemudian teman kami ini menawarkan bantuan untuk mengantar mereka pulang, karena pada waktu itu sulit cari kendaraan. Teman saya tanya ke mereka “Rumah kamu kebakar?” Mereka mengangguk. Kemudian dia tawarkan pada mereka untuk menginap di rumahnya. Setelah berunding, mereka menerima tawaran bantuannya. Begitulah sekilas ceritanya dari sekian banyak cerita yang saya dengar.

Saya dan keluarga sadar bahwa kerusuhan itu bukanlah faktor etnis. Contoh faktanya shifu sempat menitipkan sejumlah uang dari tabungannya buat saya melalui transfer ke rekening Dewi. Juga Dewi sebelum pisah di bandara ada memberikan saya uang yang tidak sedikit. Perlu diketahui: mereka adalah Javanese, Bantenese, Sundanese, Moslem. Saya tidak mau generalisir. Pandangan persahabatan saya dengan shifu dan Dewi tidak membedakan Ethnic dan Religius. Kami menganggap semua manusia sama-sama ciptaan YME. Untuk bahasa saya juga dapat berbicara sedikit javanese dan sundanese. Keluarga kami Buddhist, tetapi di shop/ruko menyediakan tempat sholat (mushola) dan 90% customer adalah moslem.

Saya sempat beberapa kali menemani papa menagih hutang dari relasi bisnisnya yang kebetulan ada di kota ini. Lumayan untuk memperpanjang hidup. Dari pihak saudara banyak juga yang menelpon. Mereka tidak bisa datang tetapi membantu memberi uang lewat transfer.

Ketemu Shifu kembali

Saya kehilangan jejak Shifu. Sebelum pisah, Dewi ada memberikan email tapi milik dia sendiri. Sudah beberapa kali saya minta ke dia alamat emailnya shifu. Waktu itu saya heran saja kenapa selalu ada saja alasan Dewi belum bisa memberikannya. Tentunya belakangan baru saya tahu kenapa dan itupun tahunya di tahun 2011. Dewi selalu mengarahkan kalau mau kirim email ke shifu cukup kirim ke email dia dan nanti dia forward. Begitu juga sebaliknya, shifu kirim balasannya keemailnya Dewi dulu baru kemudian diforward ke saya dan email yang saya terima bersih dari adanya tulisan alamat emailnya shifu, jadi saya tidak pernah bisa kirim ke dia langsung. Rupanya begitu juga tiap kali shifu terima email dari saya. Jadi ada tukang sensornya.

Jengkel dan bertanya tanya tentunya ada. Tapi saya bukan di pihak yang bisa mengendalikan. Harus pasrah saja. Lagi pula saya punya hutang budi pada Dewi, meski tidak sebesar ke shifu.

Namun Tien (Tuhan) berbuat adil disini. Saya tidak bisa, dipihak seberang sana bisa. Akhirnya dapat juga saya terima email langsung dari shifu tanpa makelar lagi dan belakangan saya tahu itu akibat Dewi sudah dimarah, sebetulnya cuma ditegur saja tapi kalau saya perhatikan Dewi yang bagi ukuran saya ini seorang wanita perkasa, tapi kalau ditegur shifu sedikit saja dia bisa jadi gelisah seperti kupu kupu.

Tahun 1999 itu Shifu tugas keliling dunia. Mulai dari Nigeria, Mesir, AS, Mexico dan Venezuela dan sebelum pulang akan transit di Singapore. Dia bertanya apakah saya mau menemuinya sewaktu dia transit tersebut. Sudah tentu saya mau tapi saya bilang tidak cukup ‘chiyen’nya (duit) buat kesana. Mendengar itu dia tertawa dan dia bilang dia yang undang artinya dialah yang akan tanggung. Dia akan transfer ke rekening saya.

Begitulah. Besoknya saya lihat uang masuk dan saya segera bersiap siap kesana. Untuk dapat izin dari papa dan mama? Bukan hanya izin, mereka yang paling sibuk pikir beli ini itu dengan keterbatasan uang yang ada atau cari cari barang tersisa yang ada supaya bisa sebagai hadiah buat shifu. Mama menitipkan patung Buddha kecil dari giok warna hijau muda kesayangannya untuk diberikan ke shifu. Lalu papa yang lagi kebetulan di Hong Kong sengaja pesan ke saudaranya di Harbin untuk kirim arak Nu Er Hung (Hung= merah, Er=anak. Nu=perempuan). Arak ini dibuat dari beras, Chinese Rice Wine. Biasanya disajikan dalam perkawinan si anak perempuan itu. Nu Er Hong punya kandungan alkohol 17%, tidak kuat. Menurut saya sih arak ini baunya seperti arak gosok, “Tit Da Jao”. Secara tradisi, arak ini dibikin waktu seorang anak perempuan lahir dan botolnya dipendam dalam tanah hingga waktu si anak perempuan ini menikah botolnya akan digali keluar untuk diminum dalam perayaan. Arak Nu Er Hung yang akan sedikit diberikan ke shifu adalah yang milik saya, waktu saya lahir. Haiyya!

Image result for nu er hong

Enter a caption

Arak nu er hung

 

Pas harinya, orang tua dan adik kakak saya mengantar sampai ke bandara Chek Lap Kok (Kai Tak International Airport). Mama pesan ke saya mengutip pribahasa Cina: “sudah menyeberangi sungai, angkat papan (Dismantle the bridge shortly after crossing it)” maksudnya jangan jadi orang yang tak tahu balas budi. Lucunya papa pesan ke saya di depan mama dan adik kakak saya, dalam bahasa Indonesia lagi, bukannya biasanya dalam Mandarin sebagai bahasa di keluarga. Bilangnya begini: “nanti kalau dia orang minta lu sebagai istri, lu musti nurut ya”. Kalau ingat begitu ketawa sendiri saya deh.

Waktu sampai di Singapore dan keluar pesawat ke dalam bandara bisa dibilang 1001 perasaan. Senang jelas senang, tapi ada kegelisahan yang saya tidak mengerti kenapa. Sampai di dalam ruang bandara shifu belum kelihatan. Saya cari kesana kemari belum juga ada. Saya mulai cemas tapi kemudian dia manggil nama saya dari belakang. Saya menoleh, memang dia sambil menenteng bunga yang kemudian dia kasih ke saya. Rupanya yang buat dia agak lama karena beli bunga dulu. Ternyata orangnya romantis. Saya tidak kuasa mengendalikan diri. Tidak malu malu lagi saya tubruk dia dan saya peluk sambil nangis. Dia biarkan dulu sampai saya lepas kangen baru kemudian dia buat jarak. Dia tersenyum, tidak banyak bicara dan saya juga tidak bisa bicara apa apa. Dia ajak saya menuju kamar buat saya menginap di situ. Kamar dia pas di sebelahnya. Shifu sengaja tidak pesan kamar hotel di luar bandara, tapi di dalam Changi.

Bagi orang Cina yang masih tradisional atau disebut totok, jika orang telah diselamatkan nyawanya oleh seseorang maka itu sama saja nyawa kita sudah milik orang yang menyelamatkan kita itu. Begitulah. Apalagi keadaan saya di peristiwa kerusuhan itu. Tahun 1998 usia saya genap 17 tahun dan orang juga tahu arti usia 17 bagi seorang gadis seperti saya ini. Bagaikan bunga yang baru saja mekar. Akan tetapi apalah itu semua artinya jika bunga yang sedang wangi mekar itu dirusak oleh tangan tangan kasar. Begitulah gambaran untuk diri saya, jika saja shifu tidak datang menolong waktu itu. Dari itulah dihadapan dia, saya sudah tidak lagi punya nilai apa apa. Tidak ada harga diri lagi. Bisa dibilang dia bisa memiliki saya seutuhnya, jiwa dan raga. Makanya papa sampai berpesan pada saya seperti itu.

Namun saya salah menilai shifu saya ini. Dia bukan orang sembarangan. Tingkat spiritual apalagi emosionalnya sudah tinggi, meskipun dia selalu minta agar jangan dia dijadikan panutan. Setelah nantinya saya belajar Uni-Syn barulah saya tahu bahwa orang ini bukan saja sudah bisa bedakan antara NEEDS dan WANTS, antara kebutuhan dasar fisik (primer) seperti makan, minum dan sex dengan kebutuhan psikis (sekunder) seperti rasa sayang, cinta, kagum, tapi dia bisa lebih jauh lagi, melepas (unattached) hubungan/keterkaitan antara kebutuhan fisik dan psikis, seperti bisa dia kotak kotakkan. Bahwa manusia perlu makan buat hidup tetapi bukannya hidup buat makan. Orang ini bisa menyayangi atau mencintai seseorang tanpa dikaitkan dengan kelanjutan kontak fisik. Hebatnya disitu, karena pikiran sudah bisa mengendalikan badannya (Mind control over the body). Dia justru berusaha keras sejak pertemuan itu dan selanjutnya untuk mengangkat diri saya. Di matanya saya diperlakukan bagai permata bernilai tinggi. Saya selalu ingat kata katanya waktu di Changi ini: ‘Aylen, yang harus menghargai tinggi diri kamu adalah kamu sendiri. Kamu itu seperti batu permata, precious jewelry, yang harus dijaga, dirawat dan tidak boleh disentuh’. Kata kata itu sungguh menyadarkan saya dan membuat saya menangis, menyesal telah menganggap dia sama dengan kebanyakan pria pada umumnya. Jadi bagi dia, maaf, tidak berlaku pribahasa Cina “menjadi istri semalam, tidak lupa seumur hidup”. Kalimat ‘tidak lupa seumur hidup’ berlaku buat saya, tetapi kata ‘menjadi istri semalam’ tidak ada dalam kamus dia.

Saya sempat mengutarakan bagaimana posisi saya menurut tradisi Tiongkok. Namun shifu menanggapinya lain. Katanya:”kalau kamu mau membalas budi saya, jadilah orang sukses dan kalau sampai akhir hayat juga tidak bisa sukses, ya sudah, tidak usah pikir harus balas budi sampai kapanpun”.

Image result for room hotel in changi

Mulai Berlatih Uni-Syn

Saya ceritakan ke shifu bahwa kehidupan keluarga saya di Hong Kong sekarang ini sudah tidak semakmur seperti dulu lagi. Bisnis onderdil sudah tidak ada. Masih untung perusahaan tempat papa kerja masih operasional. Akibatnya papa hanya bisa ketemu kami tiga bulan sekali. Shifu terlihat dari mukanya turut besedih.

Kemudian dia menawarkan suatu jalan keluar mencapai kemakmuran. Suatu program pelatihan menuju kesuksesan. Saya mengiyakan saja. Bagi saya nyawa saya ini sudah jadi miliknya. Your wish is my command. Saya katakan lagi, jangankan tawaran dari dia, malahan saya yang sampai menawarkan…..

Jadi mulailah saya berlatih X Over Life Survival Training Program dari The Univesal Synergy. Saya menjadi murid ke 10 aktif, di luar hitungan yang sudah pernah keluar masuk. Pelatihan dilakukan dengan metode jarak jauh, dulu belum disebut LDT3. Untungnya email sudah ada. Tidak seperti jaman di awal shifu merintis pelatihan ini di awal th 1990an. Tetapi saya tetap harus ketemu tatap muka untuk sub modul tertentu seperti Optimizer, budgeting dan beberapa lainnya. Untuk ketemu itu saya cari dulu tiket murah ke Jakarta dan selama di Jakarta tidak efisien jika hanya untuk 1 atau 2 malam. Minimal harus 2 minggu biar tidak rugi dan selama 2 minggu itu saya menginap di rumah saudara jauh mama di daerah Green Garden, Jakarta Barat. Lalu dalam 2 minggu itu saya sengaja berangkat di tengah minggu supaya saya bisa selama 2x 2 hari 2 malam (malam Sabtu, malam Minggu sampai Minggu malam) saya bisa lakukan pelatihan intensif hampir non stop melalui program Adventure di luar kota. Sengaja mengambil 2x Sabtu Minggu karena shifu masih kerja kantor. Juga, disebabkan faktor keuangan sehingga saya hanya bisa ketemu shifu setiap 3 bulan sekali. Tetapi saya masukkan sebagai Way of Life. Saya latihan setiap hari.

Sejak perpindahan ke Hong Kong ini saya ambil sekolah malam. Saya baru bisa selesaikan SMA di tahun 2000 karena perlu banyak penyesuaian diri. Paginya sesuai saran shifu saya coba berwiraswasta.

Mulai Wira­usaha

Jadi akhirnya, saya membuka usaha sendiri dibawah arahan jarak jauh dari shifu.

Sayangnya saya bingung mau berbisnis apa. Saya coba pernah membuka beberapa usaha kecil-kecilan, antara lain penyewaan komputer, supply ATK ke kantor kantor, tapi gagal. Pernah juga saya menjadi anggota  multilevel marketing (MLM). Karena tidak membuahkan hasil, lalu coba beralih menjajal bisnis ladies hand bags yang akhirnya kandas juga. Setelah saya pikir-pikir, barulah saya putuskan membuka usaha di bidang kuliner. Alasannya sederhana saja, orang Hong Kong itu seperti orang Singapura dan kebanyakan orang Cina umumnya, suka sekali makan, suka jajan. Usaha jualan makanan merupakan usaha yang banyak digeluti oleh para entrepreneur. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Sehingga jualan makanan sampai kapanpun akan laku.

Saya coba buka warung makan kecil dengan menu dim sum. Modal hanya HK$ 17,000 atau sekitar Rp 20 juta. Uang itu diberi shifu. Tabungan saya sudah habis. Awalnya, orang tua pikir saya hanya berbisnis sampingan saja. Mereka kaget setelah tahu saya benar-benar menekuni bisnis ini, meski tetap saja mereka mendukung.

Dim sum

Penggemar makanan ringan khas China boleh jadi sudah terbiasa dengan menu dim sum. Istilah dim sum artinya adalah touch the heart dan memang makanan asli Kanton (Hong Kong). Dim Sum ini selalu disajikan bareng dengan minum teh (yum cha). Keistimewaan dim sum yang saya buat dengan resep dari mama, dengan cita rasa berbeda. Resep mama sangat memperhatikan keharmonisan antara warna, bentuk, rasa, aroma, serta kualitas bahan yang tanpa menggunakan zat-zat pengawet.
Dim sum ditempatkan dalam wadah bermaterial bambu diolah dengan cara dikukus ataupun goreng. Di warung saya, dim sum yang dikukus contohnya
 hakau, siew may hong kong, cakar ayam saus XO, dan lo ma kai. Sementara, dim sum yang digoreng contohnya pangsit goreng mayones, lumpia goreng ayam, gyoza, lumpia udang mangga dan ekado. Ada lagi jenis dim sum yang lain, seperti char siew pie, bake turnip cake, dan d’pao dim sum. Makna dim sum yang terakhir disebut itu adalah dim sum dibuat seperti bakpao. Contoh menunya adalah char siew pao dan tausa.

Image result for hongkong dim sum

 

Lantaran modal tidak besar, saya mencari yang sewanya cukup murah. Saya cari lokasi sampai suatu hari, saya mendatangi sebuah rumah makan kecil di kawasan tempat makan. Maksud saya sekedar tanya tanya pengalaman saja. Pemilik rumah makan ini justru menawari saya membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Saya menolak, karena tak punya banyak uang. Akhirnya, ia menawarkan sewa tempat yang murah. Saya pun setuju. Warung semi permanen berukuran 2×2 meter persegi.

Awalnya saya sendiri yang melakukan semuanya, mulai dari belanja ke pasar, membersihkan, menyiangi sayuran, meracik bumbu sampai memasak dan membawa sendiri semua itu ke tempat jualan saya. Tiap hari harus bangun sekitar jam 3 pagi. Karena di Hong Kong ini penyajian dim sum rata rata sudah start jam 5 pagi. Jadi begitu bangun tidur saya langsung ke pasar. Padahal selesai sekolah malam (SMA) jam 21 dan sampai rumah saya masih harus belajar dulu. Belum lagi latihan program Uni-Syn. Capek? Lelah? Seharusnya. Itulah hidup. Mau apa lagi? Namun saya banyak dibantu penguatan fisik dari pelatihan Optimizer yang saya dapat. Fisik saya menjadi selalu prima dan ditambah lagi saya sangat terbantu dengan adanya program Deep Sleep dari perguruan ini sehingga sekalipun saya hanya tidur selama 1 atau 2 jam tapi sudah cukup melebihi orang yang tidur 8 jam. Sangat sangat efisien! Kemudian dibarengi dengan program dietnya. Beberapa program yang seakan akan terpisah itu begitu saya jalankan terpadu menjadikan efek yang dahsyat. Seakan akan seperti kita meracik bahan bahan makanan. Jika dilihatnya sendiri sendiri sepertinya masing masing bahan tidak terlihat efeknya tetapi begitu dijadisatukan menjadi suatu makanan maka segalanya akan menjadi lain. Sama halnya dengan sub sub modul Uni-Syn yang bagi orang awam jika di analisa terpisah satu sama lainnya tidak terkesan akan berdampak hebat tetapi saya alami sendiri begitu dipadukan sub program pelatihan mulai dari diet, senam pernafasan, Taichi, Falun, Deep Sleep sampai meditasi, terapi air putih, minuman herbal dan tambahan lagi budgeting, emotional quotient program kesemuanya diintegrasi hasilnya??? Luar biasa! Orang tua dan saudara saudara saya takjub, terheram heran dengan padatnya kesibukan itu saya tetap tampil prima, hampir tidak pernah kena sakit bahkan wajah semakin cerah, bersinar, kata mereka.

Saya sudah tidak pikirkan dan sudah lupakan siapa diri saya. Apakah itu di pasar di angkutan umum sampai di warung saya selalu ada saja pria yang menggoda, jahil. Diantara godaan itu cukup banyak yang tanya kenapa saya tidak jadi model atau bintang film saja? Sebab dibalik itu semua saya sadari apapun yang dibilang mereka apakah kata kata ‘cantik’ atau ‘sexy’ atau apapun pujiannya itu semua tidaklah berguna demi dalam kenyataannya saya ini butuh uang dengan cara yang orang muslim menyebutnya halal. Mereka itu hanyalah menginginkan saya sebagai istri yang tergantung pada suami, tidak mandiri dan berujung pada kemudahan mengendalikan saya. Begitulah umum terjadi di kalangan masyarakat Cina.

Saya sudah tekad akan buktikan ke shifu bahwa saya akan sukses.

Sebelum mendirikan restoran ini, saya tentu sempat melakukan pengamatan terhadap fenomena usaha rumah makan yang sudah ada. Dari pengamatan itu, lantas saya simpulkan bahwa ada kebutuhan konsumen yang terlewatkan oleh pengusaha restoran, yakni kebutuhan akan sebuah restoran dengan atmosfer unik dan mampu memberi pengalaman serta sensasi baru dalam menyantap makanan. Dalam arti, kita tidak boleh hanya mengandalkan rasa makanan, tapi harus memadukan antara makanan dan kenyamanan tempat makannya.

Nah, berbeda dari warung seafood  di kaki lima yang umum di Hong Kong ini saya coba warung saya didesain unik. Ternyata, sayangnya tak membantu penjualan. Tiga bulan pertama, hasil penjualan selalu minus. Saya mencoba berbesar hati, mungkin warung sepi lantaran banyak yang tidak tahu keberadaan warung kecil ini. Saya mulai melirik lokasi lain yang lebih ramai. Saya tawarkan sistem kerja sama dengan rumah makan dan warung lain, tapi selalu ditolak.

Akan tetapi setelah 6 bulan pertama buka usaha mulailah tampak hasilnya. Pembeli mulai berdatangan. Saya tahu, usaha yang bisa sukses dan bertahan adalah usaha yang punya spesialisasi tetapi saya bingung spesialisasinya apa. Saya ingat pelajaran dari shifu – meditasi.

La Mian

Image result for la mien hongkong

Suatu saat saya sedang meditasi Static Relaxing mendadak out of the blue terbayang wajah shifu dan di latar belakangnya saya lihat mesjid. Saya terhentak menghentikan meditasi dan memikirkan apa maksudnya gambaran tadi. Lalu saya lanjutkan meditasi dan kali ini saya memperoleh pencitraan suasana banyak orang sedang makan dan yang mereka makan itu adalah mie. Kembali saya hentikan meditasi. Kemudian saya rubah brain wave, saya gantikan meditasi dari gelombang alpha dan theta itu saya arahkan ke gelombang gamma (PMS meditation). Artinya keadaan full conscious dengan mata terbuka dan disitulah saya dapatkan jawaban 2 kata: La Mien (拉面 La mian ~ hand pooled noodles).

Ya, penggabungan dari beberapa citra tadi; shifu, mesjid dan mie. Saya tidak tahu sejarah asal muasalnya La mien. Apa yang saya tahu la mien ini dimasyarakatkan oleh Cina Muslim, suku bangsa Hui 回族 . Dari hasil meditasi ini saya jadi penasaran ingin tahu cara membuat lamien dengan baik.

Saya coba perkenalkan la mien ini tetapi ketrampilan saya di la mien ini masih jauh dari sempurna. Lagi-lagi, nasib baik atau hokie belum sepenuhnya berpihak kepada saya. Begitu saya berjualan mie, yang laku tetap saja makanan dim sum. Kalau menu dim sum habis, pembeli langsung memilih pulang. Namun, saya tak mau menyerah. Saya cari orang yang saya percaya bisa mewakili saya supaya dim sum yang sudah berjalan dan sudah diterima konsumen tetap laku dan saya sendiri mulai mengkhususkan di la mien. Dalam Uni-Syn diistilahkan dalam program The Right Hand. Warung makan saya memang terus jalan dan ada untungnya, tapi masih tipis.

Selama ini saya hanya tahu dari menyaksikan proses pembuatan la mien di dapur restoran yang biasanya sengaja terbuka bagi pembeli, sekaligus jadi semacam atraksi. Sesuai dengan konsep Uni-Syn 4P4S yang salah satunya adalah MASTERING maka untuk mematuhi konsep itu saya sampai mencoba melamar sana sini untuk jadi pegawai di warung atau resto yang jual La Mien dan yang terkenal enak. Sayangnya agak menjengkelkan mereka hampir selalu maunya menerima saya bukan atas dasar perlu pegawai melainkan apakah untuk di posisi kasir atau waitress sebagai permanis dan penarik resto mereka atau mau rekrut bukan buat kerja apa apa, tetapi punya niat jelek pada saya. Dari usaha keras akhirnya ada yang menerima saya dan bukan sembarangan, di Kowloon Shangri-la Hotel. Tentunya saya tidak bisa langsung jadi Chef assistant, harus mau dari bawah, jadi cook helper. Tidak masalah, yang penting saya bisa menyaksikan proses pembuatan mie dari awal, sekaligus saya tahu bahwa sebaiknya bahan-bahan yang digunakan tidak mengandung bahan pengawet. Mie yang dibuat menggunakan keterampilan tangan ini memiliki cita rasa yang tak perlu diragukan lagi. Apalagi bahan baku mie semuanya berkualitas.

Image result for Kowloon Shangri-la Hotel

Kesibukan saya sekarang bertambah. Malam sekolah. Pagi sampai sore kerja di hotel. Sekarang yang belanja ke pasar sudah bukan saya lagi. Demikian juga yang masak dan menyajikan dim sum; ada kokinya. Di sela sela waktu kalau lagi off di hotel saya turun ke resto milik saya yang pergerakannya masih lamban. Karena saya tahu la mien itu enak, ketika para pembeli duduk menikmati hidangan dim sum, saya berkeliling meja, minta mereka mencicipi la mien hasil olahan saya yang semakin membaik. Tentunya selama promosi saya gratiskan. Syukurlah, mereka berpendapat masakannya enak.

Selama tiap kali waktu off dari hotel itu, demi menyuguhkan lamien dengan cita rasa yang maksimal, saya sendiri bersedia membuatnya langsung setelah ada order dari customer. Dengan cara ini, dapat dipastikan bahwa mie yang tersaji masih fresh dan pembeli tahu yang punya langsung yang membuatnya. Ada bangkit unsur kepercayaan dari pembeli. Ini jugalah yang menjadi keunggulan La mien dari saya. Lucunya, mulailah, yang dulunya konsumen sukanya dim sum dari resto saya, kini mereka selalu tanya ke karyawan saya kapan lagi hari dan waktunya saya ada di resto dan menyajikan la mien. Lalu setiap kali saya ada, konsumen sudah antri menunggu hingga berbaris ke luar resto hingga ke jalan. Satu hal lagi yang menguji kesabaran saya, diantara pengunjung ada saja yang memotret ketika saya lagi atraksi menarik narik mie. Malu tentu ada, harus bagaimana lagi. Inilah hidup. Sisi blessing in disguised (塞翁失马. 焉知非福Sài wēng shī mǎ. yān zhī fēi ​) resto saya semakin menanjak. Saya segera buat keputusan bahwa karir saya di hotel terpaksa harus saya akhiri.

Jadi saya berusaha lebih giat untuk memperkenalkan la mien. Saya berusaha menonjolkan kelebihan la mien itu terutama  lamien bebek panggang. Mie disajikan dalam mangkuk besar berwarna putih yang dilengkapi irisan daun bawang goreng. Irisan daun bawang menyumbang cita rasa gurih pada lamien. Lalu untuk kuahnya ditempatkan secara terpisah sesuai porsi. Sebagai pelengkap, lamien disajikan bersama irisan daging bebek yang sudah dipanggang dan ada variasi lainnya saya gabung dengan resep nasi ayam (rebus) Hainan. Ternyata banyak yang suka.

Waktu dengar saya lulus SMA shifu senang sekali dan tanya mau hadiah apa. Saya langsung jawab minta jaket yang waktu itu dia pakai di peristiwa kerusuhan. Shifu awalnya agak bingung tapi tetap dia kasih juga. Belakangan saya baru tahu waktu kebetulan lama kemudian saya ketemu Dewi pas dia lagi mampir di Hong Kong. Dia datang pas bulan November dan sedang ada typhoon. Agar diketahui, dari bulan May hingga November Hong Kong sering dilewati angin typhoon dan jika sudah mendekati kota (Signal B) aktivitas bisnis dan pertokoan ditutup. Penerbangan dibatalkan. Bulan November masih Autumn (gugur) waktu teman saya berdarah Sunda ini datang. Suhu sekitar 18’C dan bisa drop sampai 10’C. Saya pakai jaket pemberian shifu itu. Saya agak risih dan bertanya tanya kenapa Dewi matanya selalu balik lagi balik lagi ke jaket itu, jaket warna biru ini. Di waktu pisah di airport dan masih saya pakai jaket itu lagi, yang ternyata jaket Angkatan Laut, barulah dia tanya ke saya, sebetulnya bukan bernada tanya melainkan konfirmasi saja:”ini jaket dari Coach kan?” saya cuma bisa menggangguk saja dan ldia angsung berubah mukanya jadi agak merah tapi dia berusaha kontrol diri, tenang, seperti tidak terjadi apa apa. Waktu sebulan kemudiannya saya ketemu shifu buat pelatihan shifu cerita bahwa masih di airport Hong Kong itu dalam perjalanan menuju pesawat dari boarding Dewi telpon shifu, tidak ada suaranya, hanya kedengaran suara tangisan saja. Shifu bingung ada apa. Setelah seminggu tidak balas kontak tiap kali dicoba dihubungi shifu, Dewi hanya kasih pesan singkat lewat sms: ‘lain kali kalau dikasih sesuatu dari pada dikasih lagi ke orang mendingan disumbangkan saja ke orang miskin. Ada pahalanya, dari pada nyakiti hati orang.’ Saya jadi tidak enak hati ke Dewi. Sesuatu yang kebetulan inilah yang kemudiannya ditiru dan digunakan Susi Rusanti, masih dalam kaitan ke jaket.

Setelah Lulus SMA saya coba test masuk uni dan tentunya kemana lagi selain mencari uni yang ada fakultas perhotelannya. Memang pesan dan bimbingan yang selalu saya ikuti dari shifu melalui trainingnya terus saja mendukung aktivitas saya, termasuk keberuntungan. Dari seringnya saya lakukan Dream Meditation yang merupakan bagian dari Static Relaxing berwujud saya diterima di The Chinese University of Hong Kong dan saya ambil minoring di Food & Beverage. Lengkaplah sudah. Waktu teman teman sekuliah sampai waktunya magang, saya sudah tidak perlu lagi, cukup datangi F&B Manager yang sudah lama saya kenal sebagai boss saya dulu dan dengan senang hati dia kasih referensi.

Image result for Chinese University of Hong Kong

Hasil dari ilmu yang saya dapat di hotel dan kuliah tidak begitu saja saya tiru habis, melainkan saya coba kembangkan, terus kembangkan trial and error hingga saya menemukan suatu resep andalan; hasil inovasi. Berkat formula ini kedai saya semakin ramai dan semakin ramai lagi. Pecinta la mien dari berbagai kawasan datang ke resto saya untuk menikmatinya. Senang rasanya melihat perubahan positif ini, terutama bila mengingat bulan-bulan pertama yang sepi pembeli. Dulu rasa hampir putus asa sudah sempat ada. Bagusnya saya selalu ingat pesan coach jika mental saya sedang down agar segera kontak dia. Shifu kasih semangat. Dia sering kasih kutipan pribahasa Cina yang harusnya, saya lebih tahu. Antara lain pepatah: Yu Gong Yi Shan (Yu= dungu, Gong=kakek, yi=pindah, shan=gunung) bagaimana seorang kakek melakukan pekerjaan yang sepertinya terlihat mustahil: memindahkan gunung dengan hanya alat pacul, tapi berkat ketekunannya kakek itu bisa memindahkan. Ini bikin saya kagum bahwa dia juga pelajari falsafah Cina dan tiap kali saya ceritakan contoh contoh seperti ini ke papa, selalu saja papa tersenyum dan saya bisa lihat jadi basah mengkilat matanya. Sampai dia pernah bilang: ‘papa perlu ketemu dia orang ini, Len. Kapan lu bisa atur waktunya’.

Tahu usaha saya laris, pemilik lokasi (penyewa) rumah makan saya menaikkan biaya sewa jadi dua kali lipat. Saya mulai merasa seolah-olah bekerja untuk orang lain karena hasil yang saya raih hanya untuk membayar sewa tempat.

Masalah bertambah lagi karena saya juga harus memikirkan gaji karyawan. Saya putar otak guna mendapatkan uang untuk membayar gaji karyawan. Saya sudah mantap tidak akan kerja sebagai karyawan sebab sudah ada beberapa orang karyawan yang menggantungkan nasibnya pada saya.

Solusi pertama saya bisa segera pindah dari tempat makan pertama ke yang lain dengan sewa tetap sama tetapi ruang lebih besar. Namun, di balik kesuksesan, cobaan kembali menimpa. Salah satu koki andalan saya berhenti bekerja. Belakangan, saya tahu ternyata ia membuka usaha sejenis seperti saya setelah sudah menyerap semua ilmu yang saya ajarkan. Apakah saya marah? Tidak. Saya berpikir positif sesuai apa yang diajarkan shifu. Saya justru kecewa mengapa ia tak memberitahu sejak awal. Karena saya pasti akan mendukungnya. Tak bisa kita berharap orang akan seterusnya loyal bekerja pada kita. Saya senang melihat orang lain maju dan saya juga senang bila usaha ini bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi orang lain. Bagi saya rezeki sudah ada yang mengatur. Bahkan ketika saat ini banyak orang berbisnis kuliner la mien di Hong Kong ini, saya tak menganggap mereka sebagai ancaman. Ini justru memotivasi saya untuk terus berusaha lebih baik. Namun, tak urung saya kelimpungan dengan mundurnya sang koki. Apalagi, saat itu rumah makan saya mulai ramai. Akan tetapi saya selalu melihat masalah sebagai suatu pembelajaran, sesuai dengan apa yang dipesankan shifu (coach) saya yang saya cintai. Dengan hilangnya koki ini membuat saya belajar satu hal bahwa saya tidak bisa hanya menggantungkan pada 1 orang saja.

Suatu hari dalam rangka councelling dengan coach di Jakarta saya ceritakan soal kebingungan ketika ditinggal koki. Coach atau shifu lalu banyak memberi masukan. Saya mulai membuat Standar Operating Prosedur (SOP) menjalankan rumah makan. Dengan cara seperti ini, saya tak lagi kelimpungan bila ditinggal koki. Saya harus rekrut dan latih lebih dari seorang sehingga mereka bekerja lebih profesional, sesuai SOP dan itu tidak terbatas pada kokinya saja, melainkan kesemuanya; waiter, tukang cuci piring dsb.

Peran my beloved coach sangat besar. Dengan adanya SOP ini, usaha saya jadi makin berkembang. Saya terus dan terus membuka cabang. Pikir pikir lagi saya kerap kali mensyukuri betapa beruntungnya saya dipertemukan shifu oleh Tien (Tuhan). Didikannya menjadikan saya cepat matang dalam hadapi maalah. Sebab beliau ajarkan berbagai ragam cara mengatasi permasalahan. Dampak dari pengarahan inilah masalah demi masalah yang menimpa usaha satu per satu berhasil dilalui. Selain pantang menyerah setiap kali bertemu masalah, saya juga diajarkan tak terfokus pada masalah yang sedang dihadapi. Saya lebih suka mencari peluang untuk membuka jalan keluar. Bukannya lari dari masalah. Cara seperti ini justru membuat saya terus berpikir optimis dan semangat mencari solusi terbaik.

Setahun kemudian saya sudah mempekerjakan lebih dari lima puluh orang. Pendapatan rumah makan saya meningkat pesat. Saya sangat bersyukur. Apalagi bila dibandingkan dengan penghasilan teman teman saya yang bekerja sebagai karyawan kantoran. Penghasilan bulanan saya perlahan lahan tapi pasti sudah mencapai gaji seorang direktur perusahaan. Disitulah kelebihannya berwiraswasta.

Setelah berkali-kali jatuh bangun merintis usaha La Mien ini akhirnya saya mulai mereguk manisnya madu. Usaha kian menanjak. Saya coba tawarkan konsep wara laba atau franchising tetapi faktanya sulit menjalankan sistem wara laba di Hong Kong ini, tidak seperti di Indonesia. Orang orang Hong Kong sangat kritis, banyak maunya. Untuk sampai terjadi kesepakatan mereka banyak tawar ini itu. Cenderung ke arah keuntungan lebih kepada mereka, bukannya Win Win Solution. Jadinya saya batalkan pemikiran wara laba dan fokus ke arah Business Multiplier yang diajarkan di Uni-Syn.

Financial Independent

Outlet demi outlet terus saya buka. Perkembangan ini makin memotivasi saya untuk lebih bekerja giat sekaligus senang karena ternyata tak sia-sia. Saya sangat bersyukur semakin lama penghasilan saya bukan saja menanjak tetapi meroket sejalan dengan terus dibukanya outlet baru. Sampai akhirnya shifu instruksikan untuk lakukan Assets Building. Inilah fase Personal Finance yang sudah lama saya tunggu tunggu, Time for Conversion, sebab mulai tahapan ini step by step saya meninggalkan bisnis real sector ke sektor yang lain, maaf saya tidak bisa menjelaskannya berhubung ini adalah rahasia perguruan Uni-Syn. Di sektor ini assets yang mulai saya bangun semakin membesar membesar hngga saya dapat instruksi selanjutnya dari coach (shifu) untuk mulai berinvestasi.

Sementara itu bisnis sektor ril saya yaitu Chinese Cuisine terus operasional dan terus berkembang pesat. Omzet seluruh cabang mencapai jutan dolar Hong Kong per bulan. Kualitas makanan tetap dipertahankan. La mien saya fresh tanpa MSG. Jadi benar benar kaldu sapi atau kaldu ayam atau juga kaldu babi kalau ada
permintaan khusus. Inovasi juga terus dicoba. Kalau dulunya saya yang harus berpikir soal riset dan pengembangan, sekarang saya sudah punya tim litbang sendiri. Tim ini memperkenalkan la mien organik, yang memiliki cita rasa khas. Ketika dimakan rasanya lebih renyah dan langsung lumat di mulut. Bukti bahwa mie organik ini benar-benar bebas pengawet, jika didiamkan di luar (bukan di lemari es) maka hanya dalam waktu 2 jam, mie ini akan basi.

Ada beberapa menu la mien organik yang ditawarkan tim litbang saya, diantaranya la mien bayam. La mien ini berwarna hijau terbuat dari daun bayam. Juga ada la mien kuning yang terbuat dari jagung.

Bukan cuma la mien yang dikembangkan, tapi ada diversifikasi. Salah satu menu variasi ini dan langsung jadi kegemaran pengunjung adalah bubur claypot yang dimasak dalam kuali dengan arang dalam waktu delapan jam. Tamu dapat memilih lauknya, mau pakai kakap putih, udang, ayam, atau daging sapi. Biasanya pada akhir pekan atau hari libur, bubur claypot cepat habis. Sejumlah menu andalan resto saya lainnya seperti la mien paha ayam goreng lunak, lamien iga babi garing, la mien irisan daging has sapi dan la mien ayam cincang dengan sayur. Kemudian juga disediakan makanan kecil selain dim sum seperti ubur-ubur asam manis dengan bumbu kacang yang renyah dan taburan kacang wijen yang gurih rasanya. Masih banyak macam lainnya.

Image result for bubur claypot masak arang picture

Kembali ke aktivitas investasi saya juga berjalan lancar, Amitabha. Sampai akhirnya terlewatilah fase kritis yang diperguruan disebut Critical Mass. Begitu lewat, saya mulai peroleh Unstoppable Income, yaitu penghasilan pasif yang saya terima setiap bulan, rutin dan ada trend meningkat. Suatu keadaan menyenangkan yang tidak bisa saya lukiskan. Meskipun nilainya masih sangat kecil, kira kira baru hanya cukup buat makan sekali saja di resto kelas resto saya. Tapi tidak masalah karena yang dinilai bukan besarannya melainkan nature of income-nya yang sudah terlihat Unstoppable. Shifu terus instruksikan lakukan akumulasi dan biarkan multiplier effect terus bergulir. Tidak lama, akhirnya di tahun 2004 oleh shifu saya dinyatakan menjadi Financial Independent.

 

Lulus Kuliah

Setahun setelah saya capai Financial Independent saya berhasil menuntaskan studi di universitas. Sebagian besar teman teman sekuliah bingung mau kemana, mau kerja kemana setelah tamat ini. Bagi saya sudah jelas kemananya, yaitu tidak usah kemana mana melainkan terus saja membesarkan assets saya.

Kepada teman teman saya seuniversitas saya katakan untuk sukses berbisnis kita tidak bisa hanya belajar di bangku kuliah saja. Bangku kuliah hanya mengajarkan dasar dan teori. Sisanya kita belajar ilmu kehidupan dari seorang yang layak kita jadikan panutan. Bagi saya shifu bukan sekedar panutan melainkan sebagai seoang maestro. Orang itu tidak harus PhD seperti beberapa rekan saya di UniSyn seperti Susi dan Dewi untuk menjadi ultra kaya. Rekan rekan saya seperguruan itu tanpa menyandang gelar yang kini mereka milikipun tidak mengubah keadaan ultra kaya mereka. Hanya Bachelor seperti saya dan bahkan ada yang hanya berijazah SMA tetap terbuka untuk bisa jadi milyuner.

Financial Freedom

3 tahun setelah Financial Independent saya berhasil mencapai keadaan Financial Freedom, di tahun 2007 dan terakhir di awal tahun 2011 saya capai posisi EF.

Sampai kini, saya masih memegang keyakinan, jika kita mau fokus dalam melangkah, pasti akan sukses. Banyak orang bilang, kesuksesan saya terbilang cepat datangnya. Sayangnya mereka tidak mengkaji bagaimana sakitnya jatuh bangun sebelum sukses tercapai. Begitulah di dunia ini. Banyak orang lebih melihat hasilnya saja, sukses, tapi proses menuju ke arah itu tidak mau mereka analisa. Itulah makanya lebih banyak orang yang gagal di dunia ini dari pada yang sukses. Sebab kebanyakan orang itu mencoba meniru suatu aktivitas yang sudah dilakukan oleh orang yang sukses dan baru saja mungkin masih dalam seperempat perjalanan mereka sudah berhenti, tidak tahan jatuh bangunnya.

Prinsip saya yang lain sejak memulai usaha adalah selalu mengawali sesuatu dengan akhir yang positif. Maksudnya, saya selalu memikirkan bagaimana nanti kalau usaha ini sukses, bukan sebaliknya. Dengan demikian, saya selalu optimis. Inovasi juga harus jadi kebiasaan, selain terus meningkatkan kualitas.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memulai usaha dan menggapai kesuksesan sebagaimana yang diajarkan di perguruan UniSyn adalah DREAM. Kita harus berani bermimpi menjadi orang yang sukses. Sejarah juga membuktikan banyak temuan hebat dan orang sukses dimulai dari sebuah mimpi. Kalau anda bermimpi saja tidak berani, buat apa membuka usaha.

Tentu saja tidak hanya berhenti sekedar mimpi untuk mencapai sukses. Setelah mimpi anda bangun, lalu pikirkanlah mimpi anda. Berpikirlah yang besar. Seperti kata miliarder Amerika Donald Trump; if you think, think big. Berkenaan dari ini juga salah satu buku wajib baca di komunitas ini adalah The Magic of Thinking Big karangan David Schwartz.

The Magic of Thinking Big

Setelah itu anda buat rencana, buat rincian, terakhir, yang paling penting, segera jalankan rencana tersebut. Jika anda bertanya perlukah berdoa? saya katakan berdoa itu perlu (baca : sangat penting). Tapi perencanaan juga perlu. Doa saja tanpa perencanaan tidak akan berhasil. Intinya dengan perencanaan, masalah akan terselesaikan dengan baik.

Keluhan paling sering dilontarkan orang yang tidak berani berusaha adalah tidak mempunyai modal atau dana. Itu salah besar. Saat memulai usaha saya tidak mempunyai uang, tapi saya punya relasi, yaitu coach saya dan dari dialah saya diberi modal bisnis.

Jangan pernah bicara tidak punya dana. Uang datang jika ada ide besar atau ada proyek yang visible. Bill Gates juga tidak mempunyai uang, tapi dia mempunyai ide bagus. Dia tidak lulus kuliah, dia bukan anak orang kaya, tapi dari garasinya dia bisa membuat Microsoft jadi perusahaan besar.

Maka pikirkan ide yang bagus, lalu anda cari partner yang punya uang. Yakinkan dia dan berkerjasamalah dengan dia. Kalau boleh saya sarankan, jangan lihat orang dari posisinya atau keadaannya sekarang, tapi lihat apa yang ia katakan. Itulah contohnya coach saya. Lihat pengalamannya dan ambil sisi positifnya. Ternyata saya ketemu dengan orang (coach saya) diatas rata rata. Modal bisnis itu, saya diberikan bukan dipinjamkan. Setelah mulai sukses saya coba kembalikan modal tersebut utuh dan saya lipat gandakan tapi tetap saja coach tidak mau menerimanya.

Setelah anda menjalani usaha, suatu saat anda pasti akan menghadapi masalah. Hadapi saja masalah itu, karena masalah adalah bagian dari hidup yang akan terus datang. Seperti contoh diri saya ini yang pernah menghadapi masalah saat krisis ekonomi 1998. Saat itu boleh dibilang saya dan keluarga jatuh miskin. Bahkan saya jauh lebih miskin dari pengemis. Ini karena keluarga saya memiliki hutang. Di saat yang sulit ini biasanya sahabat-sahabat kita, rekan-rekan kita semua lari. Kecuali beberapa orang berjiwa besar termasuk shifu saya.

Terpenting setelah kita terpuruk, kita harus bangkit kembali. Kalau saat itu saya tidak bangkit, maka tidak bisa saya seperti saat ini. Saya berprinsip hadapi saja masalah, jangan lari. Akhirnya terbukti dengan usaha keras pada tahun 2001 saya bisa bangkit kembali dan hutang saya bisa dilunasi dan bisnis saya menanjak. Itulah pengalaman saya selama ini. Saya berharap bisa menjadi ilmu yang berguna.

Perayaan Financial Independent

Bagian ini saya ingin kisahkan bagaimana suasana waktu mencapai keadaan Financial Independent. Begitu diberitakan demikian, tindakan pertama sekali dalah mengundang shifu ke Hong Kong untuk menemui keluarga saya. Ya, karena keluarga saya, terutama papa, sudah lama sekali menanti untuk bisa ketemu shifu, mau lihat langsung bagaimana orangnya. Rencananya saya mengundang shifu bersamaan kami merayakan pesta pindahnya kami sekeluarga ke rumah yang baru saya beli di daerah elit Radcliffe, Pok Fu Lam. Sayangnya shifu tidak mau datang. Dia sudah membayangkan jika datang dirinya bakal disanjung sanjung seperti pahlawan. Suatu hal yang sangat dia tidak suka. Tapi supaya tidak mengecewakan keluarga saya, setelah perayaan itu di Hong Kong shifu mengundang kami semua ketemu dia di Jakarta merayakan lagi posisi Financial Independent saya dengan makan makan sederhana bersama anak anak yatim dan tempatnya bebas kami tunjuk. Saya juga diminta menyumbang ke yayasan Yatim Piatu seikhlasnya. Sudah tentu keluarga saya tidak berkeberatan dengan gagasan yang mulia ini. “Mei kuan si (tidak apa apa)” kata papa. Kami tunjuk sebuah Vihara di Jakarta Utara dan sesuai permintaan shifu kami undang hingga ratusan anak yatim kesana.

Pas hari Hnya sebelum kami datang di lokasi dia malah sudah duluan disana. Saya dan keluarga bergegas keluar taxi menghampiri dia. Inilah pertama kalinya keluarga saya berjumpa dengan orang yang sudah banyak menolong saya dan keluarga. Satu per satu dari kami memeluknya, lama dan sambil menangis, termasuk papa tanpa malu malu lagi juga menangis. Bahkan papa yang terakhir memeluknya lalu menjatuhkan diri mau sujud dan seperti dikomando mama, diikuti saya dan adik kakak ikut bersujud tapi shifu buru buru angkat bangun, berdirikan kami semua. “Saya bukan Tuhan dan raja juga bukan”. Papa langsung narik tangan shifu dan membawanya menjauh dari kami semua. Saya lihat dari jauh mereka terlibat pembicaraan serius. Sayangnya cukup memalukan buat saya setelah tahu kemudiannya. Papa membicarakan masalah saya. Singkatnya selesai acara itu papa sampai hari ini masih sering ketemu shifu buat lakukan apa saja bersama sama, apakah itu jalan jalan, karaoke, sampai mancing ikan, kemana saja. Mereka jadi teman akrab dan kalau mereka pergi jalan saya dilarang ikut oleh papa. Mereka jadi hopeng (teman baik). Lagi lagi yang sampai kini saya masih dengar dari shifu, papa masih juga tidak putus asa bicara soal saya. Pikiran papa sudah tidak ada pria lain yang pantas jadi menantunya. Padahal saya sudah sering ingatkan papa untuk tidak lagi singgung hal tersebut. Saya tahu shifu jadinya selalu merasa serba salah.

Bagi saya kalau sudah bicara tentang shifu atau my successful life coach seperti tidak ada habis habisnya. Persis sama seperti perlakuan dari siswa dan siswi lainnya yang sudah EF. Setelah Perguruan Uni-Syn tidak lagi melakukan perayaan bersama sama dengan Equitas Club, termasuk perayaan Recognition seseorang menjadi EF juga dikembalikan seperti keadaan semula di tahun tahun sebelum 2006, dimana EF Recognition hanya dilakukan pesta kecil sederhana yang dihadiri hanya oleh keluarga. Itupun keluarga dibatasi hanya kedua orang tua dan adik kakak. Sudah tentu seharusnya kami sekeluarga terutama saya berharap sekali coach akan hadir waktu itu. Saya sudah kirim tiket pulang pergi tapi dia kembalikan dengan alasan ada kesibukan. Kecewa? Sudah pasti. Musti bagaimana lagi?

Today while the blossoms still cling to the vine
I’ll taste your strawberries, I’ll drink your sweet wine
A million tomorrows shall all pass away
Ere I forget all the joy that is mine today

Selesai lagu Today dari John Denver sebagai lagu hymne EF selesai untuk EF Recognition, mama memberikan saya buah strawberry, saya makan dan kemudian papa meminumkan saya Red Wine. Harusnya yang menyuguhkan Red Wine adalah coach.

Selesai seremonial saya menangis sambil teriak:”wo mei youah” saya tidak ada artinya! Saya masuk kamar, tutup pintu, membenamkan muka di bantal tempat tidur. Lalu agak lama kemudian pintu dibuka lagi, saya tahu itu mama. Seperti biasanya dia akan coba menenangkan saya. Tapi saya heran kenapa duduk diam saja di pinggir tempat tidur. Lalu saya mencium bau parfum wangi sekali yang sudah saya kenal. Kami semua siswa EF dari Uni-Syn jadi penggemar minyak wangi karena orang ini. Papa dan keluarga saya menjulukinya Chu Liuxiang楚留香 (Liux : tinggalkan xiang : wangi ; lingering fragrance). Jadinya saya coba tengok ke belakang cari tahu dan saya kaget sekali. Ternyata shifu yang duduk disitu sambil tersenyum. Saya jengkel tapi bercampur senang. Saya tubruk dia, peluk dia sambil terus menangis, tapi saya juga pukul dia berkali kali.

Rupanya dia tetap berusaha datang meski sedang sibuk. Dia beli tiket sendiri. Tapi karena tidak tahu jalannya ke rumah saya jadi harus cari cari dulu.

Di hari ini shifu menghadiahkan CD lagu dari penyanyi favorit saya 鄧麗君 Teresa Teng atau Dèng Lìjūn. Lalu saya tuliskan salah satu judul lagu disitu月亮代表我的心 Yue Liang Dai Biao Wo De XinThe Moon Represents My Heart dan saya minta dia sepulangnya nanti di Jakarta untuk dengarkan.

Dalam tradisi Cina, bulan atau moon itu lebih dari sekedar ‘bulan’, sama halnya di barat bagi mereka matahari itu penting untuk mengetahui waktu. Di Chung-kuo kalendernya menggunakan sistem bulan.

Waktu beberapa lama setelah itu saya ketemu dia lagi di Jakarta, dia terlihat biasa biasa saja seakan akan tidak pernah tahu soal lagu itu. Dia pura pura. Sebab sebelum ketemu dia saya sengaja telpon sahabatnya, bu Karina Young, yang juga fans berat Teresa Teng. Saya sudah duga pasti dia bakal minta tolong terjemahkan bahasa ko’I itu. Bu Karina malah bilang ke saya shifu jadi sedih ada rasa bersalah setelah tahu isi lagu itu, tapi waktu ditanya dia tidak mau ungkapkan.

Saya pikir biar sajalah dia pura pura tidak mengerti, tidak tahu. Tapi dia tidak tahu saya sudah tahu, usaha dia sampai minta diterjemahkan.

Bagi penganut Buddha seperti saya ini, saya percaya saya akan ketemu lagi dengan shifu dikehidupan akan datang atau reinkarnasi.