Ben Success Story part 3

Memang benar! Ilmu pengetahuan dan ketarmpilan yang diajarkan di institusi ini bernilai tinggi. Pilar 1 terkait pembangunan fisik tidak diragukan manfaatnya, sehat prima. Sewaktu memulai bangun Pilar 2 di Uniysn, pertamanya saya diminta membuat gagasan beberapa konsep bisnis. Saya uraikan di pokok pikiran dan setelah disetujui oleh Coach juga oleh Superior Coach – Ayu Ratna, saya mencari mitra bisnis. Saya meyakinkan mereka, para relasi yang telah saya bangun mengenai semua konsep konsep bisnis tersebut. 

Unisyn mengarahkan semua muridnya agar menekuni bukan cuma satu bisnis melainkan beberapa dalam waktu bersamaan. Dari itu modal yang terkumpul dari bisnis perkapalan ini saya diversifikasi ke pertambangan, properti, kebun sedikit-sedikit juga bisnis kuliner; hingga lebih dari 5 bisnis. Saya pakai falsafah Unisyn: Don’t Put All your Eggs in One BasketJadi memang sederhana saja. Semua harus fokus, bisnis itu fokus.
Investasi saya di pertambangan dan kebun gagal, tapi bisnis kuliner saya maju pesat, juga bisnis properti meskipun tidak sedahsyat bisnis kuliner. Resto yang saya dirikan – Fish and Chips laku keras.

Image result for bar port harcourt

Di situ selain fish, chips, malah yang membuat pengunjung selalu datang adalah masakan khas Nigeria dan bir. Sejalan dengan visi ke depan Unisyn bahwa di masa datang orang ke resto atau cafe bukan untuk cari makanannya, tapi lebih ke minumannya dengan tujuan utama Hangout. Berbagai masakan Nigeria mulai dari Punded Yam, Egusi Soup, Jollof Rice hingga Suya (Sate Afrika). Kesemua makanan ini justru larisnya dari penjualan online. Bisalah  dibilang, penghasilan dari kuliner cukup bisa membuat saya dan keluarga hidup tiap bulan seandainya bisnis perkapalan saya terhenti.

Related image

Di perguruan Unisyn ada anjuran dari salah satu pengarahan agar selain berbisnis membangun Pilar 2 juga menempuh pendidikan formal demi membangun Pilar ke 3. Awalnya sempat saya melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan siswa, yakni “mempertanyakan”. Saya mempertanyakan bagaimana nanti saya bisa membagi waktu untuk bekerja, berbisnis dan kuliah. Pak Kelik tidak menjawabnya langsung. Beliau cuma memberikan contoh contoh bagaimana hampir 80% dari siswa Unisyn dalam membangun 4 Pilar termasuk Pilar ke 2 (bisnis) wajib bisa bagi waktu atau Time Management. Beliau contohkan nama nama siswa yang sudah berhasil mencapai EF seperti Susi Rusanti, Yvonne Smith hingga Esmeraldina; sebagian besar dari mereka itu sebelum memperoleh passive income boleh dikatakan super sibuk tetapi faktanya mereka bukan hanya sanggup melakukannya melainkan sukses gemilang di berbagai Pilar itu. Coach Kelik menjelaskan bahwa itu semua tergantung bisa tidaknya kita menembus atau mengalahkan 2 Dimensi Utama: Dimensi Waktu dan Ruang. Space Management dimana tubuh kita berada di dalamnya; bangun Pilar 1. Ini perlu kita kendalikan. Tubuh harus selalu siap sehat bugar, tanpa kecuali selama kita masih punya misi membangun Pilar Pilar lainnya.

Di perguruan ini saya dibiasakan hanya tidur 3 jam setiap harinya, karena saya harus bekerja hingga 16 jam setiap harinya, termasuk melakukan RDBMS namun TANPA membuat tubuh kita ambruk sakit. Setiap hari saya baru menginjakkan rumah diatas jam 22 atau 23! 24 7 atau tiap hari termasuk Sabtu dan Minggu. Itulah harga yang harus saya bayar demi membeli harga EF atau kesuksesan. Tolong tanyakan ke diri anda masing masing, sanggupkah anda melakukan apa yang dilakukan oleh para siswa Unisyn?

Tidak ada siswa Unisyn yang jatuh sakit akibat kurang tidur atau terlalu banyak kerja.  Juga tidak ada siswa Unisyn akibat harus mengurus berbagai aktivitas menuju sukses kemudiannya salah satu atau beberapa aktivitas tersebut menjadi tidak mencapai hasil yang prima. Tidak ada alasan, hanya karena saya berjuang mencapai EF berakibat saya gagal tamat universitas. Di Unisyn hanya ada pilihan: Sukses atau Alasan. Jika mau sukses = Tanpa Alasan. Jika anda pilih Alasan = Gooddbye sukses! Sebab Unisyn sudah menyediakan “jurus” saktinya yang bernama Optimizer.

Dari penempaan latihan Optimizer di Unisyn membuat “feeling” saya menjadi peka dalam berbagai hal, termasuk membaca peluang bisnis. Misalnya saya perhatikan ada banyak orang tak mampu membeli tongkang. Saya pun mensiasati peluang ini untuk menyewakan Tongkang. Bisnis jual beli tongkang bekas justru menjadi usaha sampingan dengan 10 pekerja.

Akhirnya dengan berbekal keyakinan dari konsep Uni-G tersebut, saya mendaftar Universitas Port Harcourt, Nigeria. Universitas ini didirikan pada tahun 1975 sebagai University College, PorHarcourt dan diberi status Universitas pada tahun 1977. University of Port Harcourt menduduki peringkat keenam di Afrika dan yang pertama di Nigeria oleh Times Higher Education

Image result for university of port harcourt

University of Port Harcourt

Di universitas ini saya mengambil Faculty of Engineering jurusan Teknik Sipil, salah satu disiplin ilmu teknik tertua karena berkaitan dengan lingkungan yang dibangun; termasuk perencanaan, perancangan, mengawasi konstruksi dan pemeliharaan struktur bangunan.

Orang tua saya tidak tahu saya daftar kuliah‎. Hanya beberapa teman dekat dan termasuk tentunya Coach Kelik. Jadi pagi diam diam di saat semua orang sudah mulai sibuk bekerja di pelabuhan.

Saya beberapa kali pernah ditipu; tapi biasa saja. Kalau pengusaha punya omzet di atas Rp 50 miliar itu pasti pernah ditipu orang. Tak usahlah saya ceritakan. Puluhan miliar. ‎Tidak usah dijelaskan, cukup fantastis lah bahasanya.

Terpenting kita jangan mengambil hak orang dan membohongi orang, karena suatu saat kita diambil hak oleh orang itu sebagai balasan Tuhan.

Dalam dinamika membangun Relasi hal hal ditipu atau dicurangi itu kita tak bisa luput. Maka di Unisyn kita harus siapkan mental dan jeli dalam memilih kawan, membaca kawan.

Kalau itu terjadi jangan dianggap musibah melainkan anggap Tuhan beri cobaan. Ujian untuk naik kelas. Nah, posisi kita itu di situ. Bisakah keluar daripada fase itu atau tidak.

Dari itu untuk buffer jika kejadian seperti itu terulang, di perguruan Unisyn saya dididik untuk menabung. Dari gaji saya bekerja di perusahaan saya sendiri ini saya tabung. Awalnya ayah saya heran dan bertanya kenapa tidak saya gunakan dana yang tersedia di perusahaan. Tapi Unisyn mengajarkan apa yang dinamakan Business Entity Concept dimana perlu adanya pemisahan antara rekening pribadi dengan perusahaan.

Hasil tabungan ini menjadi modal membeli mesin kapal motor bekas, namun masih layak pakai. Mesinnya saya reparasi sehingga kualitasnya kembali tokcer. Benarlah dengan adanya Business Entity Concept ini rasa memiliki akan barang ‘bekas’ ini menjadi begitu kental. Meski harga lebih murah, saya mengklaim hasil reparasi mesinnya bisa beradu dengan mesin kapal motor baru.