Nirmala Success Story Part 3 End

Hidup di Amerika

Awal kehidupan saya di Amerika, persisnya di LA sungguh miskin, tidak punya apa-apa. Bahkan untuk sewa apartemen sekalipun boleh dikata hampir tidak memiliki uang sama sekali! harus tinggal di rumah sahabat my Coach di daerah Montery Park atau kalau di tanah air seperti daerah Kelapa gading di Jakarta, tapi di dataran tinggi dan sejuk suhunya seperti Puncak kalau musim panas.

Hampir setiap hari my Coach telpon saya menanyakan bagaimana keadaan saya, bagaimana saya bisa “survive” hingga akhir bulan. Saya hidup dalam tekanan yang keras setiap hari, karena saya biasa hidup senang dulunya selama bersama suami disamping juga gaji seorang dokter spesialis lebih dari cukup untuk hidup di Jakarta. Tanyakan saja kepada kenalan dokter anda, berapakah penghasilan seorang dokter anestesi. Akan tetapi di kota ini, di negara Uncle Sam ini  saya harus merasakan hidup dari awal lagi. Kemana mana saya pergi dengan bus. Makan juga seringnya “potato chips & Coke” sebagai menu harian. Saya hanya bilang, saya sungguh miskin! Namun saya kerap teringat pesan My Coach di Jakarta, bagaimanapun saya harus bertahan hidup.

Luar Negeri itu identik dengan mahal. Awal mula di Luar negeri mau beli sesuatu otak saya otomatis langsung mengkonversi sendiri ke rupiah. Di sini saya banyak belajar hidup masyarakat bawah. Saya buat kartu membership di supermarket supermarket dan belanja menggunakan itu. Saya tidak malu menggunting gunting kupon diskonnya. Lumayan diskonnya bisa hingga $1/item. Tetapi kalau mau lebih murah lagi, saya belanja diAsian market atau sejenisnya. Bonusnya, ada makanan/bumbu Indonesia. Belanja banyak sekaligus agar lebih efisien dan hemat. Sesuai dengan ajaran Unisyn saya masak nasi dan lauk sendiri. Cara ini saya rasa yang paling membuat dolar saya aman. Sebagai pemilik perut Indonesia asli, dalam 10 bulan saya menghabiskan 2 kg karung beras. Untuk sayur seperti Bokchoy, bayam dan brokoli cukup ditumis, enak dan sehat. Kalau bosan, saya tinggal masak mi atau beli bumbu Indonesia yang ada di Asian Market. Cara ini bikin saya hemat sekali. Andai kata kalau saya makan siang diluar yang paling murah itu $8 (dulu). Kalau saya masak di rumah sudah bisa dapat sepiring nasi dan sayur, pisang dua buah dan sereal untuk keesokan paginya. Saya pun selalu menyiapkan bekal sendiri untuk makan waktu jam istirahat di tempat kerja. Kalau sudah bosan masak, boleh deh sekali kali jajan di luar. Pilihan saya biasanya jatuh ke Asian Food/Mexican/Indian yang cita rasanya sesuai selera dan porsinya jumbo, bukan buat dihabiskan di tempat tapi bisa di bungkus pulang untuk makan selanjutnya. Hemat lagi.

Saya beli barang sebisanya di thrift store / barang bekas seperti Salvation Army atau Good Will. Biasanya kualitasnya masih bagus dan harganya bisa kurang dari setengah harga aslinya. Kalau perlu saya beli barang online ketika ada BIG SALE misalnya ketika Black Friday Shopping atau Christmas. Untuk beli buku bekas, karena kami murid Unisyn sudah dibiasakan jadi ‘kutu buku’, biasanya di Amazon. Carinya yang bekas, bukan buku baru.

Untuk sarana berkomunikasi, saya membeli phone card $5 merek Crystal yang bisa dipakai telpon ke Indonesia kurang lebih 3-4jam. Pilihan lainnya adalah mengisi kredit di skype dan bisa menelpon ke mana saja. Untuk HP, saya tergabung dalam AT&T family line sehingga setiap bulan hanya menghabiskan $10 (free sms + call). Teman teman saya yang lainnya menggunakan T mobile Family line (4 orang) dan membayar $25 tiap bulannya lengkap dengan free call, sms dan internet. Tetapi rupanya di sini, sinyalnya tidak lebih bagus dari di Indonesia (aneh kan?). Terkadang suka mati sendiri atau tidak dapat mendengar suara dari pihak penelpon. Di sini juga masih berlaku sistem roaming, yang di negara kita sudah lama ditinggalkan (aneh kan?)

Untuk transportasi, akibat ber-relasi dengan baik, saya mendapatkan harga khusus mahasiswa (meski bukan mahasiswa) yang sangat membantu yakni $25/bulan. Jadi kemana mana bisa pakai bus dan Light rail. Atau dengan teman saya bisa carpool (naik mobil ke tujuan yang sama bersama) dan menawarkan uang ganti bensinnya. Jika dia menolak mungkin lain kali anda dapat menawarkan memasakkan nasi goreng buatan saya. Dijamin tidak nolak.

Pakai debit/credit/cash? Murid Unisyn sangat old-fashioned, lebih banyak menggunakan cash di keseharian. Memang hampir semua transaksi di USA bisa pakai debit/credit card. Bahkan untuk transaksi kecilpun, tidak ada batasan minimal seperti di Indonesia. Saya hanya menggunakan debit untuk beli tiket atau membayar sesuatu yang nominalnya besar. Selain itu, saya menggunakan cash agar pengeluaran bisa terkontrol dan agar saya tidak merasa selalu punya uang; agar tidak gesek terus sampai minus.

Saya kemana mana bawa botol air minuman karena tap water yang bersih selalu ada. Jika tidak, membeli mineral water harganya sudah sama dengan harga Coke.

Pada akhirnya, ajaran penghematan dari Unisyn sangat terpakai dalam hidup saya. Lebih baik berhemat untuk sesuatu yang memang ingin anda capai dan nikmati. Penghematan saya setelahnya saya salurkan ketabungan.

Begitulah saya memulai hidup di negeri orang. Memiliki dan memulai dengan segala sesuatu yang baru. Tempat tinggal, kota tinggal, rutinitas, lingkungan sosial, bahasa, kendaraan, masih banyak lagi. Ada Bahagia. Ada ketakutan. 

Namun bukankah ketakutan adalah satu-satunya hal yang membawa manusia untuk bertahan hidup?. Takut kelaparan,  maka manusia berjuang menukar waktu dengan segala cara untuk mendapatkan uang. Manusia berdoa dan beribadah, karena takut akan siksa neraka dan kehidupan setelah mati. Lalu serangkaian usaha mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi adalah usaha-usaha untuk menghindari kesengsaraan, penderitaan, kematian yang mengintai persepsi manusia pada umumnya.

Ketakutan-ketakutan membawa manusia bertahan hidup dari hari ke hari. Meski begitu, ketakutan harus ditakar dalam kadar tertentu. Ketakutan ibarat tuas, sebagai faktor yang akan mengaktifkan keberanian. Keberanian untuk menghadapi hidup, membuat pilihan, menjalani pilihan itu dan  menghadapi segala kemungkinan yang datang selanjutnya.

Ketakutan itu ada. Namun saya terus berusaha belajar menakar ketakutan dan spirit kemajuan dalam komposisi yang pas. Belajar banyak hal baru sebagai tantangan dan terus memandang perubahan-perubahan yang terjadi sebagai sebuah petualangan hidup.

New Coach

Saya ke Amerika sungguh memulai segala sesuatunya dari nol, nol besar tepatnya. Profesi yang bergengsi sebagai dokter, bisnis toko obat yang sudah mulai menghasilkan, kedua anak yang lucu lucu dan dalam sekejap bagai diputar balik atas jadi bawah. Di LA ini hanya seorang di awalnya yang saya kenal, yakni koh Erwin. Berikutnya perlahan lahan orang orang ditempat saya kerja. Disinilah kemampuan RDBMS ajaran perguruan bukan saja harus dibuktikan tapi juga DIPERTARUHKAN. Dari itu, wahai teman teman yang masih ragu ragu lakukan RDBMS, lakukanlah sesegera mungkin. Ini saya sebagai bukti konkrit, dari yang hanya awalnya kenal 1 orang hingga kini lebih dari seribu orang saya kenal di LA ini. TIDAK ADA ALASAN AKAN HAMBATAN.

Ya, waktu itu saya belum tahu bahwa kemudiannya saya bisa beruntung bekerja di rumah sakit. Apa yang terjadi sebelum itu? Pertanyaan ke diri saya sendiri waktu itu: kapan saya bisa ultra kaya? Jangankan jadi kaya, untuk hidup setiap hari saja susah.

Cukup lama, lebih dari 6 bulan hingga Coach yang ditunjuk oleh my Super Coach menemui saya datang dari Boston. Selama itu hidup saya sungguh merana. Berat badan saya pernah susut hingga di bawah 50 kg. Coach pengganti bernama Maribel atau lengkapnya Maria Isabel Vargas Vardhani, keturunan dari ayah Filipino dan ibu dari keraton Jogja. Dia usianya jauh di bawah saya tetapi punya kepribadian yang kuat, sangat matang berpikir, sangat positif.  Ibel memang murah hati. Dia banyak menyisihkan uang sakunya diberikan ke saya untuk bertahan hidup. Diamemperlakukan saya bukan hanya murid tapi keluarga. Meski tindakan ini sebagai Coach di perguruan tidaklah lazim karena normalnya seorang siswalah yang punya kewajiban menanggung seluruh biaya pelatihan. Ini bukan saja biaya pelatihan bahkan biaya hidup saya banyak ditutup olehnya.

Ibel seorang yang bijak, positive thinking. Dia membina saya memutuskan selalu berani berhadapan dengan ketakutan. Ia bilang bahwa waktu memiliki kekuatan yang sekaligus menjadi kelemahannya,  Waktu tidak akan pernah bisa diputar kembali.  Bayangkan ada berapa juta keputusan kecil hingga keputusan besar yang batal diputuskan jika waktu bisa diputar kembali? Maka apapun konsekuensi dan rintangan yang menerpa, tak mungkin berbalik arah. Hanya ada satu kata: Terus Hadapi!

Kalimat kalimat bijak dari Ibel sangat membangkitkan saya untuk maju. Saya masih bernafas. Saya masih bisa tertawa. Masih berpikir waras. Masih bisa merancang rencana menata hidup ke arah jarum normal.

 

How to get cash back at Walmart - Quora

 

Cash Back System

Cobalah bayangkan, dari mulanya hanya kenal 1 orang saja di LA yang luas ini (4 juta jiwa), saya beranikan diri memperbanyak relasi. Saya tidak pilih pilih, apakah orang itu asli Amerika atau imigran seperti Cina, Vietnam, Latin… saya lakukan banyak banyak prospecting. Saya tetapkan target harus kenal teman baru MINIMAL 5 orang dalam sehari. Itulah “menu rutin” saya tiap hari sepulang dari tempat kerja. Tiada hari tanpa prospecting. Tidak sampai sebulan relasi saya sudah hampir 100 orang dan itu terus saya lakukan di bulan bulan berikutnya tanpa jeda. Mulai di angka 100 perlahan lahan saya menawarkan pembentukankomunitas di kota ini. Sulit? Sudah tentu tapi bukannya mustahil. Pertanyaan klasik, “What’s in it for me?” kerap dilontarkan tiap kali saya mengajak orang.

5 Step Process to Prospecting - Sales Coach

Komunitas macam apa sebagai fondasi pertamanya? Coach Maribel mengarahkan begini,”Latar belakang mbak Ade kan dokter dan sekarang ini maunya kan dapat pekerjaan yang pantas. Kenapa tidak himpun orang orang yang berlatar belakang sama? Dokter”. Tapi saya masih bingung. Untuk bisa menghimpun para dokter di LA ini kegiatan medis apa yang akan mereka sukai. Coach Ibel bertanya balik,”Apakah harus adakan kegiatan yang sifatnya medis?”. Saya renungkan kemudian. Benar juga. Jika saya kumpulkan para dokter itu dengan tujuan mengikat mereka di acara yang berbau medis, bukankah mereka kesehariannya sudah dijenuhkan oleh aktivitas medis? Dokter juga manusia yang butuh hiburan, pleasure. Akhirnya saya buatsimple, dengan cukup menghimpun mereka untuk KEGIATAN NONTON BARENG. Ya, diawali dengan kegiatan nonton bareng acara acara sports yang jadi favorit di negara ini seperti basket, baseball, skate board, snow board, rugby hingga nonton bareng balap mobil kecepatan atau drage race atau balap mobil NASCAR. NASCAR merupakan salah satu dari olahraga yang paling banyak dilihat berdasarkan rating televisi di Amerika Serikat.

NASCAR Postpones Next Race, Eyes Return Without Spectators

Oke nonton bareng. Tapi bagaimana sebelum itu? Bukankah orang Amerika hampir selalu setelah pulang kerja sebelum ke rumah hang out dulu di bar? Ya, disinilah selalu saya mulai. Tidak percuma kami sebagai siswa Unisyn salah satu film yang wajib ditonton adalah Ally Macbeal. Mulailah saya kumpulkan orang dari tempat ini, dari bar ke bar. Kemudian saya ambil acak 100 nomor di HP dan saya texting soal pembentukan komunitas. Saya sudah terbiasa dari 100 sms paling separuhnya yang balas dan separuh dari separuh itu dibuka dengan ‘mempertanyakan’ bukannya bertanya, seperti “why on earth are you doing?”. Namun 50% dari 25 orang itu menyatakan gabung, “I’m in”. Kemudian sekitar separuh dari 12 orang itu atau 4-6 orang tertarik jalani Cash back.

Mungkin ada pertanyaan bagaimana saya bisa mengajak orang untuk melakukan Cash Back. Jawabnya: saya tidak pernah mengajak anggota komunitas saya untuk melakukan aktivitas Cash Back apalagi sampai ajak orang untuk melakukan bisnis Cash Back. Nah lo! Bagaimana? Ya, itulah, di sini orang banyak salah faham menganggap sistem member gets members itu identik dengan Cash Back. Padahal keduanya adalah ‘binatang’ yang berbeda. Tambah lagi ada yang mengacaukan kedua ‘binatang’ tadi dengan RDBMS. Ketiganya adalah 3‘makhluk’ yang berbeda. Totally different.

Berikut adalah penjelasannya.

RDBMS merupakan merupakan salah satu aktivitas yang wajib dilakukan setiap murid perguruan Unisyn dimana di dalamnya terdapat aktivitas seperti Prospecting, Enhancement, Refreshment dan Reconciliation.

Member Gets Members adalah aktivitas inti dari komunitas MGM-G menggunakan kekuatan RDBMS untuk menjaring members agar bergabung ke grup tersebut.

Cash Back adalah sistem alokasi pengelolaan dana Iuran Keanggotaan dengan cara  sebagian dari dana tersebut dikembalikan ke anggota.

Jadi terjawab sudah kenapa saya tidak pernah mengajak seorang anggota komunitas saya agar melakukanCash Back, apalagi sampai mengajak Non Anggota (orang di luar komunitas) untuk itu. Tidak. Cash Backberjalan otomatis. Sistem yang bekerja. Anggota komunitas digerakkan untuk lakukan kegiatan member gets members agar jumlah anggota komunitas bertambah terus, tetapi bukan Cash Back. Lalu bagaimana dong agar orang orang tergerak mengajak orang gabung? Para anggota akan jadi semangat sekali begitu mengetahui mereka mulai terima uang ‘kejutan’ (shocking money) dan semakin lama mereka semakin semangat sejalan dengan bertambahnya Passive Income yang mereka peroleh setiap bulannya dari Cash Back. Semakin semangat dan semakin semangat. Tapi pertanyaannya: apakah yang mereka, para members, tawarkan? Cash Back? BUKAN dan saya selalu ingatkan jangan tawarkan itu. Don’t even think about it! Lalu apa dong yang ditawarkan? > PROGRAM. ya, itulah yang ditawarkan atau dijual. Program atau kegiatan komunitas. Dari itu untukbisa berkembang pesat suatu komunitas wajib punya kegiatan yang kuat, menarik, mengesankan.

Pengalaman pertama membuka bisnis ini mengajarkan saya bahwa kepercayaan adalah hal terpenting di bisnis jasa. Orang mau percaya bayar iuran keanggotaan kepada saya karena mereka percaya pada kredibilitas saya. Saya mendapati kenyataan bahwa membuat orang percaya tidaklah mudah. Klien baru sulit di dapat. Toh saya tak patah semangat, terus berusaha meyakinkan orang meski hasilnya tak memuaskan.

Sejak 2008 klien saya hanya 12 orang. Pada 2009 bertambah menjadi 47 orang. Dua tahun bisnis berjalan belum juga ada tanda-tanda bersinar. Saya melakukan evaluasi diri,  menyadari agar komunitas saya banyak dikenal orang saya harus gencar berpromosi dan betullah yang Ibel katakan bahwa sebaik baiknya promosi adalah promosi dari diri kita, tapi itu belum cukup. Promosi harus datang dari dalam hati kita, dari lubuk hati terdalam (promotion from within). Bagaimana ini memungkinkan? Sangat mungkin selama produk (jasa) kita berkualitas bagus dan di atas segala galanya DIRI KITA SENDIRI SUDAH MERASAKAN MANFAATNYA. Barulah promotion from within atau promorion by heart itu terjadi. Baru ada SOUL muncul. Baru terjadi KODO atau soul of motion; saya jadi teringat lagi, bukankah itu sudah lama jadi salah satu falsafah Unisyn?

Dari bulan ke bulan para audience program program saya, apakah orang itu sebagai member ataupun sebagai guest/tamu menyukai program saya karena komunitas saya bukanlah sekedar komunitas menggalang orang untuk melakukan sesuatu bersama tetapi jauh jauh dan jauh lebih dari itu. Jadi ingat pelatihan Unisyn: hotel bintang 3 tapi beri service ….(James Gwee). Bisnis sayapun semakin menunjukkan cahaya terang. Anggota makin banyak. Hingga akhirnya saya menikmati jerih payah selama ini.

Liberty

Menjadi seorang Relationship Builder sama sekali bukanlah cita-cita saya dulunya. I’m a medical doctor, a physician. Saya suka bergaul, punya banyak teman tapi dunia saya historisnya adalah dunia medis. Namun itulah dunia kehidupan. Tidaklah selalu apa yang kita sukai akan membawa sukses. Saya menikmati pekerjaan ini karena bisa belajar banyak tentang cara meng-handle orang disamping juga mengatasi masalah sendiri plus  bisa dijadikan sumber penghasilan.

Walau begitu, dari kesemua itu ada satu poin penting yang perlu dicatat dan digarisbawahi, bahwa saya sedikitpun tidak mengecilkan arti bisnis yang dilakukan seorang Relationship Builder! Penghasilan seorang Relations Builder bisa jauh melampaui gaji seorang dokter anestesi, bahkan bisa melebihi perolehan income seorang CEO rumah sakit. Belum cukup, bahkan bisa melebihi penghasilan Owner rumah sakit.Because The Sky is only The Limit! Lalu yang terhebat lagi penghasilannya bersifat pasif. Bukan lagi kita bekerja untuk uang tapi sebaliknya, uang bekerja untuk kita. Jika dulu sejak bergabung di Unisyn tahun 1997 saya perlu 10 tahun lebih kurang untuk bisa memiliki mobil SUV Subaru Forester dan assets di atas Rp 100 juta dari bisnis penjualan obat (Drug Stores) dan Active Income di Sumedang, bandingkan, hanya dalam tempo kurang dari 4 tahun sebagai Relationship Builder sudah bisa peroleh Unstoppable Income (passive income) US$ 6000 di tahun 2011.

Subaru Forester

Akan tetapi sesuai dari SOP Unisyn bisnis tersebut dalam suatu titik tertentu, titik kulminasi, harus ditinggalkan dan seorang siswa perguruan wajib mengalihkan bisnisnya ke sektor lain. Dari itulah masih banyak orang di luar sana yang punya pendapat keliru menganggap bahwa seorang siswa Unisyn itu menjadi sukses Ultra Kaya akibat suatu usaha tertentu yang membawanya hingga ke posisi Financial Independent. Salah sekali. Faktanya justru tidak seperti itu. Memang bisnis Cash Back via member gets membersmendongkrak penghasilan saya dan saya sangat berterima kasih untuk itu, namun bisnis lainnyalah yang kemudiannya menerbangkan saya mencapai keadaan Financial Independent. Apakah bisnis itu sudah tentu menjadi rahasia perguruan Unisyn turun temurun. Rahasia Sukses yang pintunya tertutup rapat, disegel. Dari itu, publik, banyak yang salah persepsi.

Akhirnya di tahun 2011 atau tepatnya 4 tahun setelah saya menginjakkan kaki di LA ini saya berhasil memperoleh keadaan Financial Indpendent. Berturut turut setiap tahunnya peningkatan status demi status saya raih; Financial Freedom (2012), Time Freedom (2013) dan terakhir Economically Free (2014). Sekedar informasi, seorang siswa Unisyn yang sudah mencapai keadaan Financial Freedom  minimum UI (Passive Income) lebih dari US$ 24,000. Tahun 2013 dengan Price Index: Rp 25.000,- saya raih Time Freedom dengan UI lebih dari US$ 102.400 /bulannya dan tidak usahlah disebutkan sewaktu EF di tahun 2014…

 

Walau begitu, dari kesemua itu ada satu poin penting yang perlu dicatat dan digarisbawahi, bahwa saya sedikitpun tidak mengecilkan arti bisnis yang dilakukan seorang Relationship Builder! Penghasilan seorang Relations Builder bisa jauh melampaui gaji seorang dokter anestesi, bahkan bisa melebihi perolehan income seorang CEO rumah sakit. Belum cukup, bahkan bisa melebihi penghasilan Owner rumah sakit.Because The Sky is only The Limit! Lalu yang terhebat lagi penghasilannya bersifat pasif. Bukan lagi kita bekerja untuk uang tapi sebaliknya, uang bekerja untuk kita. Jika dulu sejak bergabung di Unisyn tahun 1997 saya perlu 10 tahun lebih kurang untuk bisa memiliki mobil SUV Subaru Forester dan assets di atas Rp 100 juta dari bisnis penjualan obat (Drug Stores) dan Active Income di Sumedang, bandingkan, hanya dalam tempo kurang dari 4 tahun sebagai Relationship Builder sudah bisa peroleh Unstoppable Income (passive income) US$ 6000 di tahun 2011.

Subaru Forester

Akan tetapi sesuai dari SOP Unisyn bisnis tersebut dalam suatu titik tertentu, titik kulminasi, harus ditinggalkan dan seorang siswa perguruan wajib mengalihkan bisnisnya ke sektor lain. Dari itulah masih banyak orang di luar sana yang punya pendapat keliru menganggap bahwa seorang siswa Unisyn itu menjadi sukses Ultra Kaya akibat suatu usaha tertentu yang membawanya hingga ke posisi Financial Independent. Salah sekali. Faktanya justru tidak seperti itu. Memang bisnis Cash Back via member gets membersmendongkrak penghasilan saya dan saya sangat berterima kasih untuk itu, namun bisnis lainnyalah yang kemudiannya menerbangkan saya mencapai keadaan Financial Independent. Apakah bisnis itu sudah tentu menjadi rahasia perguruan Unisyn turun temurun. Rahasia Sukses yang pintunya tertutup rapat, disegel. Dari itu, publik, banyak yang salah persepsi.

Akhirnya di tahun 2011 atau tepatnya 4 tahun setelah saya menginjakkan kaki di LA ini saya berhasil memperoleh keadaan Financial Indpendent. Berturut turut setiap tahunnya peningkatan status demi status saya raih; Financial Freedom (2012), Time Freedom (2013) dan terakhir Economically Free (2014). Sekedar informasi, seorang siswa Unisyn yang sudah mencapai keadaan Financial Freedom  minimum UI (Passive Income) lebih dari US$ 24,000. Tahun 2013 dengan Price Index: Rp 25.000,- saya raih Time Freedom dengan UI lebih dari US$ 102.400 /bulannya dan tidak usahlah disebutkan sewaktu EF di tahun 2014…

 

Hidup itu pilihan,
orang baik pilihannya baik
dan karenanya orang baik, rezekinya baik

Jangan takut melakukan kesalahan
karena “salah” berbeda dengan dosa
dan segera mungkin lakukan perbaikan

Hidup ini pilihan,
Pilihlah Dan jadilah orang baik
karena Allah BERADA di jalan kebaikan,
jika kita berada di Jalan kebaikan
sesungguhnya Allah berjalan bersama kita…
Anastasia

 

Saya bisa tersenyum karena Passive Income yang saya peroleh rutin setian bulannya tanpa dengan harus bekerja lagi semakin hari semakin bertambah secara eksponensial. Tidak hanya saya ini bisa lepas total dari dunia kedokteran tetapi juga beban moral sebagai seorang dokter terutama jika saya dengar cerita teman teman seprofesi di tanah air. Seperti misalnya pertanyaan yang pedih ketika ditanyakan, ‘Dokter mau mengerjakan pasien BPJS?’. Pedih karena dokter tak bisa segera mengoperasi pasien karena masih menunggu proses administrasi BPJS. Mau menunggu sampai kapan? Sampai jadi kasus kasep?. Padahal, urusan administrasi bukan wewenang para dokter. Lalu setelah pasien akhirnya bisa sampai ke kamar operasi, paradokter yang akan menolong pasien harus memutar otak supaya melakukan penghematan. Seorang dokter anestesi harus memilih obat bius yang murah meriah. Belum selesai. Cerita pedih tak terhenti sampai di situ. Pasca operasi, petugas apotek mengatakan, obat nyeri tidak ditanggung. Apakah itu artinya para dokter  jadi dipaksa bekerja di bawah standar?

 

Catatan: Jika anda merasa keadaan anda saat ini terpuruk, BERBAHAGIALAH.. hidup itu naik turun, hanya saja naik turun setiap orang berbeda-beda, ada orang yang hari ini bisa makan, besok tidak. Ada juga orang yang hari ini penghasilannya 5 M, besok 1 M. HIDUP INI NAIK TURUN. dan jika anda merasa kondisi anda saat ini sudah di titik terendah. BERBAHAGIALAH, itu tandanya sebentar lagi anda akan naik. Kan sudah titik terendah ? artinya sudah tidak bisa turun lagi
DIBALIK KESUSAHAN ADA KEMUDAHAN
Anastasia

One Day in Your Life

Sebelum acara Recognition FI ini sebetulnya saya sudah mengirimkan tiket pesawat gratis First Class pp untuk my Coach di Jakarta, tapi dia kembalikan. Gantinya my Coach menitipkan sebuah lagu dalam MP3 Player, sepucuk surat dan Slave Brachelet sebagai tanda FI melalui Ibel. Apa judul lagunya dan apa isi suratnya? Dia hanya mengatakan dalam suratnya:”Putarlah lagu ini dan temuilah saya nanti waktu kamu berhasil meraih Financial Freedom di Dago Tea House”.

Saya merasa tertantang untuk membuktikannya. Nah di waktu memperoleh gelar FF saya email dia menanyakan kapan hari H dan jam J saya menemuinya.

Pada waktu yang ditetapkan saya sudah tiba di lokasi itu, yang sudah dirubah jadi teater terbuka sambil sengaja memutar MP3 Player dan terdengar lagu “One Day in Your Life” dari Michael Jakson.

 Dago Tea House

One day in your life~
`You remember a place ~
`Someone touching your face~

Balik di tahun 1988 he touched my face… Angin sejuk berhembus pelan, membelai dedauan hingga terjatuh, memberikan kesejukkan dan kedamaian pada diri saya.

`You’ll comeback and you’ll look around..you~
`One day in your life~

Alunan melodi menemani kesendirian saya di tempat itu. Badan ini seketika lemas mendengar dan terhanyut lebih dalam oleh lagu yang mengalun itu.

`You’ll remember the love you found here~
`You remember me somehow~

https://www.youtube.com/watch?v=JfktVRxye-Q

Bersamaan dengan mengalunnya melodi lagu bertempo lamban dan melow itu, mengalun pula air mata. Meliuk-liuk menelusiri pipi bahkan tetesan air mata itu seolah menghujam hati. Paduan dan kesatuan nada yang begitu indah, dan..dan kenapa saya menangis?

Bukan, bukan karena begitu indahnya alunan musik lagu tersebut. Melainkan karena syair yang didendangkan oleh sang pelantun membuat dada terasa sesak. Syair lagu tersebut seolah-olah meliuk-liuk dalam hati, mengalun di memori, mendendangkan setiap perkataan yang mengingatkan saya pada seseorang, memutar-mutar setiap kenangan bersama seseorang.

“Hiks..Hiks” setelah sekian menit menahan sesak didada, saya mulai mengeluarkan erangan tertahan itu. Itupun setelah saya menghentikan lagu yang masih berdurasi sekitar 1 menit lagi di mp3 player yang saya letakkan disamping bersama kotak kado berwarna merah darinya. Saya memutuskan membawanya ke sini

`One day in your life~
(suatu hari dalam hidupmu)
`You remember a place ~
(kau ‘kan teringat sebuah tempat)

Entah sadar ataupun tidak jemari saya meraih mp3 player dan menekan tombol pemutar, lalu mengalun kembali lagu menyesakkan itu.

“mas Bxx.. kamu dimana..?” saya bergumam lirih setengah bergetar mengeluarkan suara. Sosok lelaki itulah yang masuk dalam nalar saya ketika mendengar lantunan syair tersebut. Ya, suatu hari nanti bahkan mungkin setiap hari benarlah saya akan selalu mengingat nama lelaki itu, nama yang lebih dari 10 tahun mengisi hati.

Kemudian dari kejauhan perlahan saya melihat seseorang, dari seberang sisi teater, menuruni tangga sambil tersenyum melambaikan tangan berjalan menuju tempat saya duduk.

..Oh Tuhan…

Mulut saya menganga tak percaya melihat sosok pria dihadapan itu. Pandangan saya buram, air mata sudah meluap tak terbendung. Selanjutnya suasana seperti itu persis sekali dengan syair “Lembah Biru” dari alm Andi Meriam Matalata:

Tak tahan lagi sambil berlari ku panggil namamu

Nirmala Success Story Part 2

Kalau anda berpikir untuk menjadi dokter spesialis cukuplah dengan menempuh kuliah kedokteran sesuai bidang spesialis yang anda minati, maka anda salah. Karena, kuliah kedokteran selalu dimulai dari tahap dokter umum. Ibaratnya, dokter umum itu sama dengan S1, sedangkan dokter spesialis sama dengan S2.

Setelah lulus, anda akan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Dalam tahap ini anda akan dibekali dengan pengetahuan kedokteran secara umum. anda belum menyentuh pasien sama sekali. Kecuali pada saat skill lab (pelatihan keterampilan skill dokter), anda akan dilatihuntuk menyentuh prototipe pasien (berupa boneka/manikin, atau teman anda sendiri). Misal, saat skill lab ada pelatihan suntik, anda akan bergantian menyuntik teman anda.

Setelah bergelar Sarjana Kedokteran, anda masih belum boleh buka praktek karena anda tidak bergelar dokter. Anda sama sekali masih belum punya skill untuk menangani pasien secara langsung.

Pada tahap berikutnya, Koass, anda akan melewati tahap terberat dari seluruh tahap pendidikan kedokteran, minimal 2 tahun tergantung spesialisasinya dan itu kalau anda memiliki nasib yang beruntung, etika yang mutlak harus bagus, dan otak yang encer (mungkin ini makanya makin banyak dokter lolos di pelatihan Unisyn. Di tahap inilah anda mulai memegang pasien secara langsung dan anda mutlak harus menerapkan ilmu kedokteran yang anda dapat sebelumnya sebagai S.Ked langsung kepada pasien.

Bisa dibayangkan jika dulunya anda tidak serius belajar, maka saat Koass, anda pasti keteteran. Jangan pernah menganggap remeh kuliah di kedokteran. Sekali anda keteteran di tahap awal, maka di tahap berikutnya anda pun akan terseok-seok. Kecuali, anda bisa belajar dengan begitu gigih di tahap ini untuk memperbaiki kesalahan anda di tahap S.Ked.

Perlu diketahui, di tahap Koass, yang paling diutamakan adalah Etika, Etika, dan Etika. Apabila anda merasa diri anda sudah cukup sopan, belum tentu anda dianggap sopan oleh para dokter senior yang membimbing anda selama Koass. Itu artinya, sopan saja tidak cukup, tetapi anda harus Sangat Sangat Sopan (S3). Jika anda tidak beretika, meskipun anda jenius seperti Einstein, anda tidak akan pernah lulus menjadi seorang dokter. Sudah dapat saya pastikan anda akan menjadi bulan-bulanan para dokter senior saat tahap Koass. Disini saya mengerti kenapa perguruan Unisyn membagi Pilar ke 3 (Mindset) menjadi 2 sub pilar: (1) Intelegensia (IQ) dan (2) Emosional (EQ).

Kenapa Etika begitu penting dan di atas segala-galanya? Karena, kemampuan anda berbuat S3 (Sangat Sangat Sopan) saat Koass dapat menjadi paramater bagaimana anda bersikap saat menjadi dokter kelak. Jika saat koass saja anda sudah tidak beretika, apalagi ketika anda menjadi dokter dan menangani pasien anda. Ingat, dokter itu adalah pekerjaan mulia. Diperlukan orang yang berakhlak mulia pula dalam melakukan pekerjaan ini.

Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI)

Jika sudah berhasil melewati Koass (yang merupakan tahap tersulit), maka harus mengikuti tahap berikutnya yaitu UKDI. Setiap UKDI pasti ada mahasiswa kedokteran yang tidak lulus dan akhirnya tertunda untuk mendapat gelar dokter.

Mungkin anda bisa lolos di tahap S.Ked dan Koass. Tapi, tahap UKDI, belum tentu. Justru di tahap inilah penentu segalanya (seperti UAN saat SMA).

SIstem UKDI persis sama pengujiannya seperti Mind of Steel (MOS) di perguruan Unisyn Square 8. Sebagian dari anda tentunya sudah tahu/pernah baca bagaimana suasana pengujian dalam Man of Steel (MOS) atau Masa Pembajaan di Square 4. MOS di SS (Special Stage) ini 95% fisik yang diuji. Nah, di tingkat 8 ada MOS lagi, para siswa menjulukinya dengan “another mouse”, sebetulnya total ada 4 SS (MOS) di Unisyn yang masing masingnya terhubung ke 4 Pilar  yang dibangun: (1) Men of Steel, (2) Monetary of Steel), (3) Mind of Steel dan (4) Moral of Steel.

Dalam Mind of Steel Unisyn anda akan menjawab soal lewat komputer. Setiap soal diberi waktu 1 menit. Jika 1 menit berlalu, soal akan langsung berubah ke soal berikutnya dan anda tidak bisa kembali ke soal sebelumnya. Soal dan jawaban dalam bahasa Inggris, lo! Bukan bahasa Sunda. Susah bukan? Ditambah lagi, setiap soal itu merupakan soal analisa kasus (Case Study) yang sangat kompleks; berupa Solution to the problems. Dijamin anda tidak bisa jawab hanya dengan kemampuan menghafal. Disitulah kelihaian sang Konseptor perguruan Unisyn untuk selalu memfilter murid muridnya. Betapa banyak murid Unisyn GAGAL di Square 8 ini. Sehat sudah prima, uang sudah sangat banyak, tapi harus juga terbukti cerdas. Makanya kami para murid Unisyn kemudiannya mengolok olok bahwa yang dijaring The Conceptor adalah “Makhluk Cerdas tapi dari Angkasa Luar” alias Extraterrestrial. Tapi, sama halnya dalam UKDI, jika selama tahap tahapan sebelumnya (disebut Etape) di perguruan anda selalu lalui dengan baik dan dengan giat, maka anda tidak akan kesusahan melewati UKDI atau MOS ini.

Sumpah Dokter

Jika anda dinyatakan lulus UKDI, maka anda mengikuti Sumpah Dokter. Dengan prosesi Sumpah Dokter inilah maka anda akan resmi bergelar dokter umum. Itu baru dokter umum, Bung. Sampai tahap ini pun anda belum mendapat izin praktek. Masih ada tahap berikutnya yang harus anda lalui agar anda bisa praktek (baik di tempat pribadimaupun di klinik).

Internship

Internship dilalui selama 1 tahun. Terdiri dari 8 bulan Rumah Sakit, dan 4 bulan di Puskesmas. Saya sempat internship di RS Borromeus. Terjawab lagi kan, rumah di H Wasid kenyataannya dekat dengan rumah sakit ini. Di situ juga ada Cafe Victoria, wah ada dokter wanita yang lagi pacaran disitu…..

Selama internship, anda dituntut untuk menangani kasus dalam jumlah tertentu. Misal, anda harus menangani 100 kasus dalam 1 tahun (dan kasus lainnya dengan jumlah yang berbeda beda), maka anda akan dinyatakan lulus internship. Jika dalam 1 tahun anda tidak mendapat 100 kasus, maka anda tidak lulus Internship, dan harus memperpanjang Internship anda sampai anda memenuhi jumlah kasus yang seharusnya.

Setelah lulus Internship, barulah anda sudah bisa membuka praktek. Tapi sebetulnya masihbanyak surat surat yang harus diurus untuk membuka praktek ini.

Pegawai Tidak Tetap (PTT)

Tahap ini tidak wajib. Tapi, bagi anda yang ingin mengambil program spesialis, seperti saya, maka ini jadi wajib. Biasanya PTT selalu diambil di daerah terpencil. Beruntung saya ditempatkan di daerah terpencil tapi di Sumedang, tak jauh dari Bandung. Meskipun tidak mutlak, tapi dengan jalan inilah akan membuka peluang untuk bisa mengambil pendidikan spesialis. Biasanya, PTT ini dilalui selama 1-2 tahun. Gaji-nya pun tergolong besar karena selain gaji pokok juga ada tunjangan yang sebesar.

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)

Selesai PTT. Setiap jurusan PPDS memiliki jangka waktu pendidikan yang berbeda beda. Tapi, untuk tahap PPDS ini sangat teramat banyak syarat mutlak yang harus anda penuhi. Misal, TOEFL minimal 550, IPK minimal 3,0, dan lain lainnya. Ini sangat membantu setelah saya jadi murid perguruan karena Unisyn juga mensyaratkan siswanya harus lulus TOEFL dan GMAT.

Sedikit pesan buat mereka yang ingin masuk kedokteran, pikirkan dengan matang. Jadi dokter jangan karena gengsi atau Materi. Kuliah kedokteran itu susah, butuh waktu 10 tahun lebih untuk bisa kuliah hingga menjadi dokter spesialis. Dibutuhkan ketulusan hati dan keikhlasan untuk menjadi seorang dokter. Bukan karena ingin kaya.

Sp.An – Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi (7 Semester)

Secara singkat, tugas ahli anestesi adalah menidurkan pasien yang akan menjalani operasi dan membangunkannya setelah pembedahan selesai. Tapi dalam prakteknya, pekerjaan ini jelas tak sesederhana itu. Dokter yang menjadi ahli anestesi bertugas melindungi fungsi-fungsi vital sistem organ pasien selama operasi — salah satu kunci berhasil tidaknya operasi tersebut. Ia juga bertugas mendiagnosis masalah yang timbul selama operasi dan masa pemulihan. Penelitian menunjukkan dari sample yang diambil, ada 91% responden yang menganggap profesi sebagai ahli anestesi itu penting.

“An anesthesiologist is a doctor who works in the operating room to delay your pain until such time as you get his bill.”

This is me, Anastasia, the one wearing glasses

Kehidupan saya sebagai seorang residen anestesi (sebutan dokter yang sedang sekolah) saya jalani selama 3,5 tahun. Berat tanpa mengenal waktu, kapanpun dibutuhkan harus selalu siap. Dari sisi penghasilan jauh meloncat bila dibandingkan saat menjadi dokter umum. Saya tersadar meskipun begitu bahwa saya harus mempunyai jaminan akan masa depan. Terkadang dalam kesunyian malam setelah selesai saya menjalankan kegiatan bius membius, saya amati dalam rentang waktu perjalanan kehidupan bahwa dalam hidup ini perlu ada kesadaran untuk hidup yang lebih baik dan dihargai.

Menikah & Bercerai

Di tahun 1994 saya menikah. Saya sudah sama sekali berhasil melupakannya. Bahkan saya lupa mengundangnya di acara pernikahan saya. Kembali, 3 tahun setelah itu saya dipertemukan kembali dengannya, secara kebetulan lagi. Ceritanya di tahun 1997  itu saya sedang internship di sebuah desa di Sumedang. Terkadang untuk suatu keperluan saya ke kotanya misalnya untuk beli perlengkapan alat alat kesehatan. Nah, pada saat inilah di salah satu sudut kota kecil itu tepatnya di sebuah toko obat saya ketemu lagi dengannya. Dia sedang iseng membantu bapak istri sahabatnya jual obat. Sahabatnya inilah yang kemudiannya saya tinggal sementara di rumahnya setelah saya hidup di Amerika. Si bapak ini (mertua sahabat my coach) seorang Cina keturunan punya bisnis jual obat di kota ini dan berkembang pesat, makanya mantan saya ini tergerak ingin tahu, lebih tepatnya mengkaji, faktor faktor apa saja yang membuat toko obat relasinya ini maju lancar.

Dia mengajak saya sekedar minum teh bersama di sebuah warung di sudut di kota itu. Saya tanyakan bagaimana program proyek pelatihan kesuksesannya. Dia bercerita banyak dengan penuh semangat. Ini mendorong saya spontan di detik itu juga menyatakan saya siap berlatih bahkan saya memohon mohon agar saya diangkat sebagai muridnya. Di tahun yang sama saya sedang mengambil Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Departemen Anestesiologi UNPAD.

Apa yang membuat saya semakin hormat pada dirinya adalah meski setelah itu kami rajin sering bertemu untuk kepentingan pelatihan tetapi dia bersikap membatasi diri terhadap saya yang sudah berstatus menikah. Ia menjaga sekali agar hubungan saya dengan dirinya tidak berakhir dengan hancurnya rumah tangga saya. Hubungan yang harus dijaga dengan baik. Dia langsung berkata:” saya menjaga hubungan kita sampai sebatas ‘sahabat’, oke?”. Itu bisa karena dia mampu memposisikan dirinya, tahu batasan-batasannya sampai mana kami bisa berbagi satu sama lain. Justru terus terangnya saya inilah yang selalu dipihakpenggoda. Yah, faktanya harus menelan pil pahit bahwa suami saya sangat jauh di bawah dibanding diri sang kakak ini. Setiap ketemu selalu ada keisengan saya menggodanya, misalnya sambil senyum melirik dia saya bilang,”secelup dua celup boleh dong..” eh dia jawab,”memangnya teh celup” sambil berusaha segera alihkan pembicaraan. Menyebalkan. Anehnya, saya tidak mengerti pada diri sendiri ini, setahun kemudian di tahun 1998 waktu ia menginformasikan akan menikah dengan gadis pilhannya saya langsung meluap marah tidak bisa terima. Gilanya saya minta, lebih tepatnya memerintahkan dia, untuk membatalkan pernikahannya dan menikahi saya saja sebagai gantinya asal dia mau sabar sedikit menunggu proses perceraian saya. Sudah tentu dia sedikitpun tidak menggubrisnya. Dia yang saya kenal begitu bisa mandiri, bisa hidup sendiri tanpa seorang pendampingpun. Dia tetap lanjut menikah.

Sudah? Selesaikah? Ternyata tidak. Paska pernikahannya bukannya saya menarik diri malah saya semakin menggila. Hampir tiap hari ia saya telpon. Pelatihan Uni-G yang sedianya ia hentikan melihat kegilaan kelakuan saya ini malah saya minta paksa dilanjut terus. Saya jadi semakin sering semangat ke Jakarta menemuinya. Bahkan sewaktu ada peluang ambil Program Studi Kajian Rumah Sakit (PS KARS) di UI saya tidak sia siakan meski untuk itu saya harus pindah ke Depok dimana tempat perkuliahan berada, meninggalkan anak dan suami. Sampai sebegitunya. Meski sudah tentu selesai ini saya memperoleh spesialisasi kedokteran.

Saya terus mengganggu menggodanya. Pikir pikir jahat sekali saya ya. Memang. Saya begitu posesifnya dan itulah justru hal yang sebetulnya dia jauhi. Setelah KARS selesai, di tahun 2005 saya sengaja lanjut ambil tambahan S2 (jadi saya punya 2 S2) di Fakultas Hukum UNKRIS.

Akhirnya apa yang buruk lambat laun pastinya akan ketahuan juga. Suami saya tahu dan ia juga tahu bahwa perbuatan melenceng saya ini sepihak, nothing to do dengan “kakak” atau Coach saya. Saya cerai setahun setelah saya kuliah ambil S2 Hukum. Runtuhlah mahligai perkawinan yang sudah berlangsung 13 tahun itu. Bagaimana sikap my Coach? He is a very nice gentleman. Pertama tamanya dia bendung dulu segala kemungkinan dengan menyatakan di depan bahwa dia mendampingi saya dengan tulus bukan karena ia bersalah (tentu dong karena memang sayalah biang keladinya) tetapi lebih pada sikap sebagai seorang sahabat dan dia wanti wanti di depan kepada saya agar jangan saya sedikitpun berharap hubungan saya dan dirinya akan lanjut ke pernikahan. “Don’t even think about it” kata kata tepatnya yang menjengkelkan itulah yang dia ucapkan.

Lalu sikap dia selanjutnya? Dia begitu memperhatikan kehidupan saya, mengatur semua dengan nyaris sempurna setiap detil kehidupan saya plus mengajak saya bertobat kepada Tuhan, agar diampuni.  Hanya my Coach di saat saya berada di dalam situasi tanpa jalan keluar, dia beri saya terang dan dengan sungguh-sungguh sepenuh hati mendekati Allah. My Coach, lebih saya suka menyebutnya My Super Coach  terbukti sangat setia mendampingi saya di saat saat penderitaan. Saya tidak pernah ditinggalkan sendirian,  Dia selalu berusaha ada. Dia mendengarkan. Dia adalah kekuatan dan penopang saya. Hal yang lucu adalah pada saat saya terpuruk, berlatih Uni-G menjadi satu-satunya hal yang mendatangkan sukacita di dalam hidup saya.

Meninggalkan Tanah Air

My Coach yang menyarankan agar sebagai salah satu cara membalut luka hati saya adalah dengan menutup buku masa lalu serapat rapatnya. Awalnya saya tidak mengerti. Barulah setelah beliau jelaskan panjang lebar saya bisa mengerti, meski dengan amat berat hati, saya setuju bukan saja meninggalkan Jakarta melainkan sekalian meninggalkan tanah tumpah darah ini. Di tahun 2008 saya pindah ke Los Angeles, AS (bukan Lenteng Agung). Sungguh buku masa lalu saya tutup rapat.

Beberapa hari sebelum saya berangkat, saya cairkan seluruh tabungan yang selama ini saya kumpulkan darihasil bisnis toko obat di Sumedang, atas pembinaan my Coach selama ini. Dari hampir Rp 100 juta yang saya miliki, saya bagi dua, untuk menghidupi kedua anak saya yang dititipkan ke kedua orang tua saya dan dengan tentunya juga minta bantuan my coach untuk sering sering melihat mereka. Kemudian saya menukar travel cek yang hanya senilai 50 juta rupiah atau setara dengan  $5000 lebih sedikit dengan nilai tukar 9.666 rupiah per dollarnya di tahun itu. Gila! Saya putuskan untuk hidup di negara Paman Sam yang segala sesuatunya baru hanya dengan US$ 5000??! Uang ini sebagai kebutuhan hidup awal di Amerika selama tiga bulan pertama, semoga cukup. Saya memang punya credit card, tapi statusnya hampir limit.

Dari my Coach saya dikasih baju musim dingin, overcoat (meski agak terlihat cowok) dan kopor. Saya tidak membeli baju lagi karena tidak punya uang lagi. Kemudian mobil saya satu satunya juga hasil dari bisnis toko obat, Subaru Forester 2005, saya jual untuk beli tiket pesawat, return dan sisanya untuk segala persiapan berangkat kesana termasuk ada yang saya bayarkan untuk pesanan jas dan blazer. Bisnis saya dari Toko Obat tidak bisa dibilang tidak berhasil. Bisnis ini sudah bergerak lari, bukan lagi berjalan. Mobil Subaru Forester seharga hampir setengah milyar sebagai bukti. Tapi itu semua tidak mengurungkan niat untuk tutup buku masa lalu dan sebaliknya membuka lembar halaman baru.

Waktu keberangkatantiba, kedua orang tua, anak anak dan my coach mengantar saya ke Terminal 2, bandara Soekarno Hatta. Pesawat JAL atau Japan Airlines akan mengambil rute, Jakarta – Kuala Lumpur – Tokyo – Los Angeles.

Setelah berpamitan dengan orang tua, coach dan mohon doa restu, suasana hati jelas penuh perasaan sedih. Sedih kerena tidak tahu lagi kapan bertemu orang orang terdekat saya itu atau pulang ke Indonesia kembali. Saya nekad berjanji kepada disri sendiri bahwa saya tak akan pulang sebelum berhasil menaklukan Amerika.

Saya boarding masuk pesawat JAL dan terbang sekitar jam 19:30 petang hari menuju Kuala Lumpur. Transit sekitar setengah jam, kembali boarding ke pesawat menuju Jepang. Penerbangan dari Kuala Lumpur ke Narita Tokyo membutuhkan waktu sekitar 8 –  9 jam. Selama pernerbangan, saya lebih banyak tertidur di pesawat karena memang sudah jam tidur Indonesia. Dini hari saya mendarat di bandara international Narita Tokyo. Kami dibawa pakai bis ke hotel transit dekat bandara. Transit kali ini sekitar 4 jam dan kemudiannya bertolak ke Los Angeles, California, USA.
Penerbangan Tokyo  Los Angeles membutuhkan waktu 9 sampai 10 jam. Selama waktu ini lebih banyak duduk dikursi, kelas ekonomi saja. Paling sekali sekali saja terbangun, kalau ditawari makan oleh pramugari jepang yang putih putih dan cantik cantik. Hingga akhirnya sayapun tiba di Los Angeles International Airportatau biasa dikenal juga dengan nama LAX  dengan visa turis.  Pesawat mendarat dengan sempurna pagi hari waktu Los Angeles. Keluar dari LAX saya dijemput oleh koh Erwin, seorang WNI keturunan Cina, temannya coach saya yang menetap di LA. Untuk selanjutnya kami menuju Monterey Park, untuk sementara tinggal di rumah sahabat my Coach, mas Budi Boyke Wijaya. Pemilik rumah ini malah sudah lama tidak tinggal di rumah itu. Beliau tinggal di Toronto, Kanada. Bagaimanapun disini saya membuktikan sendiri betapa hebatnya pembangunan relasi (RDBMS) yang telah lama dijalankan oleh my Super Coach, The Unisyn Conceptor. Bayangkan bila tidak seperti ini, kemana saya harus menginap? Tak seorangpun, saudara juga tidak di kota ini dan kalau terjadi sesuatu pada diri saya tidak sebegitu mudahnya saya pergi berlindung ke Pasar Minggu atau Blok M. Ini Los Angeles, bukan Lenteng Agung!
Koh Erwin rupanya sangat terkesan dengan my Coach sewaktu beliau singgah di LA tahun 2001. Entah berapa kali dia menyebut Coach saya itu orangnya baik, pemurah. Dia bilang dia ditraktir di Chinese restauran mahal kelas A di LA ini. Resto di LA diklasifikasikan A. B, C dan A adalah terbaik. Sewaktu dia bawa saya makan keresto ini, untuk traktir saya biar impas katanya, saya perhatikan sekeliling ruangan di resto itu dan membayangkan bagaimana dulunya itu my coach berada disana.
Asal Dapat Pekerjaan
Oleh koh Erwin saya dicarikan pekerjaan asal kerja dulu. Tidak lama, hanya menunggu dua hari saya mendapatkan pekerjaan sebagai …bus girl di restoran di Belvedere Room Restaurant di daerah Bakersfield. Saya digaji $ 1,100 per bulan tanpa uang tips. Di sana kerja saya rangkap, jadi tukang cuci piring juga, tukang potong juga, macam-macamlah, serabutan. Di tempat ini saya hanya kerja selama dua bulan karena sepertinya, si owner kurang suka dengan saya, mungkin karena dia tahu saya baru datang dari Indonesia dan tanpa pengalaman.
Belvedere Room
Keluar dari sana, saya mendapatkan pekerjaan  di restoran lagi di tempat lain di Armando’s Mexican resto sebagai waitress. Kali ini saya sama sekali tak mendapatkan gaji, sebagai gantinya saya diberi kebebasan menerima tips. Kebanyakan restoran di Amerika tak memberi gaji kepada karyawannnya yang tak berdokumen lengkap, khawatir berurusan dengan petugas imigrasi. Hal ini sebetulnya bisa-bisanya si pemilik restoran, mereka cenderung tak mau tahu ketika si karyawan mendapatkan masalah imigrasi. Jadi ketika ada masalah, mereka akan menganggap bukan karyawan ‘resmi’ karena merasa tak menggaji.

Namun sulit juga menyalahkan si pemilik restoran, karena di sana telah terjadi simbiose. Di satu sisi, karyawan butuh uang untuk biaya hidup, di sisi lain pemilik restoran butuh karyawan-karyawan mau dibayar murah seperti saya ini, karena bisa menekan pengeluaran. Sebagai waitress di resto ini saya mendapatkan tips sekitar $ 2,000 per bulan. Itu kalau restoran sedang sepi, kalau ramai bisa lebih dari itu. Kehidupan saya di LA benar-benar hanya mengandalkan tips dari pelanggan. Jadi setiap hari mengandalkan tips yang saya kumpulkan per bulan. Padahal penghasilan saya sebagai dokter di Indonesia bisa berkali kali lipat dari itu.

Dari pendapatan tips, saya kirimkan uang ke keluarga di Indonesia sekitar $ 1,000 per bulan. Sisanya $ 1,000 saya gunakan untuk biaya hidup sendiri. Pengiriman uang dilakukan secara resmi antar bank. Saya punya account di bank jadi saya bisa tranfer ke Indonesia. Ada sebuah bank di daerah Wells Fargo yang bisa membuatkan account tanpa perlu menyertakan social security number.

Ini fakta dan realita saya harus terima kenyataan kerja serabutan. Bukankah pekerjaan seperti ini di negara kita dinamakan kuli. Kalau dulu di UNPAD ditanya orang kemana saya pergi, saya jawab:”mau kuli-ah” nah di sini jauh jauh ke Amrik hanya untuk benar benar kerja “kuli” tanpa “ah”. Bayangkan, seorang dokter Sp. An (spesialis anestesi) turun derajat seakan dibanting jadi buruh disini, tak ada posturePadahal jenis spesialisasi ini disamping berlandaskan kepada ilmu kedokteran dasar (farmakologi, fisiologi, anatomi dan dasar-dasar dari ilmu fisika) dengan orientasi lebih banyak horisontal daripada vertikal juga harus punyai suatu landasan ilmu kognisi dan keterampilan psikomotor plus perilaku yang baik (afeksi). Dikarenakan bekerja sebagai salah seorang anggota team dalam tindakan pembedahan. Padahal permintaan jumlah dokter anestesi semakin bertambah dan sebenarnya dokter anestesi di indonesia masih banyak di butuhkan. Gaji seorang anesthesiologist di AS jelas terbilang besar, yaitu $291,300 setahun atau setara 3,4 miliar rupiah (hampir Rp 250 juta/bulan). Tambahan lagi saya juga punya gelar MARS (Magister Administrasi Rumah Sakit) dan Magister Hukum. Tetapi saya datang ke negara ini tanpa saya persiapkan jauh jauh hari dan my coach sudah berulang kali mengingatkan itu. Sayanya yang kukuh ingin tinggalkan masa lalu. Saya pikir semakin lama saya di tanah air akan semakin turun produktivitas saya dalam berbagai hal. Kalau saja itu sudah saya lakukan, ada korespondensi lebih dulu dengan rumah sakit rumah sakit disini, ada kemungkinan saya ditampung oleh mereka, meski tidak langsung memperoleh  posisi yang layak.

Namun itulah tadi, kalau dipikirkan terus, kata kata “padahal” akan jadi berkali kali diucapkan. Saya harus tutup buku, mengutip kalimat my coach:”Don’t ever look back”. Saya harus ‘legowo’ kerja serabutan demi memperpanjang hidup. Saya kembali ingat pesan spiritual Coach saya,”mungkin di Amerika waktunya kamu berproses penyucian diri. Terpenting dalam hidup ini jangan pernah absen berdoa dan menyembah Tuhan setiap harinya. Percaya dan yakinlah Allah akan membukakan jalan”. Benarlah. Doa saya dijawab Allah swt. Setahun setelah saya menginjakkan kaki di Amerika saya memperoleh serangkaian pekerjaan dalam industri medis, meski belum bagus, seperti data entry pasien ke dalam sistem medical records rumah sakit dan beberapa bulan kemudian masuk lowongan mengajar kursus persiapan ujian bagi siswa yang mencoba untuk menjadi dokter berlisensi.

Sekedar info, saya menghabiskan tiga tahun belajar untuk ujian lisensi Amerika, mengumpulkan surat rekomendasi dan relawan di rumah sakit dalam posisi yang sering kali tidak dibayar. Akhirnya saya peroleh kesempatan tiga tahun residensi di UCLA Medical Canter dan enam tahun setelah saya tiba di Amerika Serikat saya pertama kali terdaftar di sekolah kedokteran. Namun lucunya, begitu saya punya lisensi, begitu pula saya peroleh keadaan Time Freedom (di atas Financial Freedom) di perguruan Unisyn. Lisensi praktek menjadi barang sekunder karena bukan lagi saya kerja untuk uang melainkan uanglah yang kerja buat saya. Saya tidak usah kerja lagi.

 

 

Nirmala Success Story Part 1

Banyak yang berpendapat Bandung sebagai barometer. Tapi kenapa Bandung? Kenapa bukan Jakarta atau kota lainnya? Di tulisan saya ini akan ada jawabannya.

Perkenalan Dengan Coach

Awal mula saya mengenal orang yang telah berjasa membawa saya ke kesuksesan ini, mengenal hampir belum sempat berkenalan. Setelah lama bercakap cakap, lama hampir 4 jam barulah berkenalan. Mungkin Allah menakdirkan itu semua. Tak sengaja kami bertemu dalam sebuah event alumni di SMP 115 dimana dulu daerah itu dinamakan Lapangan Ross, daerah Tebet.
Tahun 1982 waktu saya baru masuk kelas 1. Dia mengantar adiknya yang kebetulan alumni sekolah itu. Sesampai mereka di gerbang sekolah, bingung dimana acaranya diselenggarakan, pemuda yang kala itu berusia 21 tahun menyapa saya yang sedang ngobrol dengan beberapa teman sekelas. Ia menanyakan dimana tempatnya. Hanya itu saja. Tak disangka, perkenalan itu begitu berkesan bagi saya yang umurpun masih jalan 13 tahun. Setelah adiknya masuk ke ruangan mengikuti acara alumni, kakak ini tidak langsung pulang karena disuruh bapaknya mununggu sampai acara adiknya ini selesai. Kembali bingung dia harus menunggu dimana dan kosong tidak tahu apa yang harus dikerjakannya selama menunggu. Disitulah saya berinisiatif menemaninya mengobrol. Rupanya akibat dari obrolan mengisi kekosongan itu cukup berkesan mendalam bagi saya. Banyak hal menyenangkan yang menghiasi pertemuan kami. Tertawa bersama, ceria bersama, menjadi suatu hal yang terjadi di awal pertemuan itu.  Pria ini punya kharisma dan pribadi yang amat menyenangkan. Tatapannya ketika berbicara memandang saya sungguh menggetarkan hati. Canda tawa disela-sela percakapan begitu menghibur. Semuanya membuat saya merasa nyaman. Hampir setengah hari kami habiskan bersama, hari yang menyenangkan bahkan saya anggap  begitu indah. Lalu ketika acara alumni itu usai dan ia berpamitan terasa ada rasa takut dari saya kehilangan dia, takut tidak bisa ketemu lagi… Entah apa yang ada dihati dan pikiran dia tapi yang saya tahu perasaan yang begitu dalam di hati ini. Lalu, sewaktu dia tutup pembicaraan dengan menggenggam tangan saya sambil menyebutkan namanya, seakan sedang dikumandangkan lagu dari Vina Panduwinata ini:

Bergetar hatiku

Saat kuberkenalan dengannya

Kudengar dia

Menyebutkan nama dirinya

 

Singkat cerita di tahun tahun berikutnya saya selalu menganggap dia pacar saya, yang kebetulan dia baru setahun putus dengan pacarnya, seorang gadis Rusia asli yang sekolah di Jakarta International School.

Saya seorang siswi SMP kelas 1 dan maunya pacaran dengan seorang mahasiswa UI tingkat 3. Cinta saya sepihak karena ia begitu dewasa pemikirannya. Dia menganggap saya sekedar adik saja karena dia melihat saya bukan hanya muda, BAHKAN MASIH TERLALU KECIL. Pernah waktu saya konfrontir langsung bukankah usia yang terpaut sangat jauh bukanlah masalah untuk suatu hubungan. Tetapi ia berkilah USIA SAYA MASIH KANAK-KANAK meski tubuh saya sudah tinggi. Hal yang mengesalkan dia selalu bilang saya termakan arus. Terlalu cepat dewasa. Dia tidak mau menuruti EGOnya melainkan dia pikirkan juga masa depan saya yang masih panjang.
Setelah saya masuk SMA Negeri 8, atas anjurannya juga, saya pikir perlakuannya terhadap saya akan berubah karena ini. Namun dugaan saya meleset. Dia tetap anggap saya sebagai adik, yang perlu selalu dia arahkan dan dilindungi, bukannya dipacari. Namun ujung ujungnya meledak kemarahan saya demi mengetahui alasan dia tidak menganggap saya sebagai kekasih itu karena dia masih ingin melanjutkan hubungan cintanya dengan gadis asal Rusia itu, Nadia Lebedev. Setelah dalam suatu kesempatan saya puas memaki maki dia, akhirnya saya tinggalkan dia dengan hati teramat pedih, setelah “berpacaran” selama 5 tahun dari tahun 1982. Akan tetapi info yang saya dengar, perpisahan kami ternyata cukup memukul hatinya. Itu saya ketahui dari adiknya yang kerap jalin kontak dengan saya bahwa ia sampai memutuskan meninggalkan kuliahnya sementara, meninggalkan Jakarta untuk kerja bantu bantu pamannya yang punya bisnis water sport di Tanjung Benoa, Bali.

Selesai SMA saya beruntung diterima di Fakultas Kedokteran UNPAD. Saya sudah mulai melupakannya, meski masih sulit. Bagi saya pemuda itu begitu luar biasa dalam berbagai hal. Eh, mungkin Tuhan menyatukan kami kembali. Di sela sela kesibukan perkuliahan saya, datanglah ia ke Bandung untuk mengetik skripsi, setelah ia terima surat peringatan dari kampusnya untuk balik melanjutkan kuliahnya. Di penghujung tahun 1988 inilah saya ketahui dia baru saja putus dari si cewek Rusia itu.

Mengenal The Universal Synergy

Pertemuan saya kembali dengan my Coach di Bandung sangat kebetulan. Di kalangan mahasiswa UNPAD ada kebiasaan jalan jalan menghilangkan kejenuhan dan kemudiannya menyalurkan hobi bermain di kampus orang, kampus tetangga – ITB.

Ada satu tempat yang layak diceritakan karena memang layak untuk diceritakan. Tempat ini sering kami, para mahasiswa UNPAD pergunakan untuk menyusun rencana (yang tidak jahat) ataupun sekedar untuk duduk-duduk. Itulah sebuah rumah di jalan Sumur Bandung. Sejak dulu rumah ini digunakan sebagai rumah kost.

Dari Dago, bagaimanakah kesananya?  Di perempatan Sulanjana, (Dago juga ya?) ,  dari Simpang Dago itu berjalan sedikit menyusuri Jalan Sumur Bandung menuju ke arah ITB pintu arah Sabuga (entah pintu apa itu namanya). Kebun binatang akan terlewati disini dan terkadang kalau saya harus praktikum sampai malam saya sempatkan singgah makan di sini, di daerah Kebun Binatang ini, ada warung yang pas untuk kantong mahasiswa. Orang Bandung tentunya tahu. Kurang lebih 200 meteran dari sini akan sampai ke sebuah jalan yang banyak cabangnya (bukan cabang sebenarnya). Ada  jalan yang bisa belok kiri, bisa belok kanan dan bisa lurus. Kalau belok kiri ke arah Jalan Dayang Sumbi, kalau lurus ke arah Taman Sari (kebun binatang) sedangkan kalau belok kanan ke arah Siliwangi (dulu ada restoran Sunda bernama Babakan Siliwangi). Kita ambil jalan Dayang Sumbi yang nantinya akan ketemu Jl Sumur Bandung. Di situlah, di rumah itu saya terkaget kaget melihat seorang pemuda yang sudah lama saya kenal dekat sedang sibuk mengetik skripsinya di komputer sewaan.
Jl Sumur Bandung
Ada sesuatu yang menarik perhatian saya di sini diantara bahan bahan skripsinya saya melihat catatan catatan kecil yang menunjukkan ia sedang menggarap suatu proyek. Waktu saya tanya dia dengan gembira sekali menceritakan proyek yang digarapnya itu bersama seorang temannya di Jakarta mahasiswa UI asal Jepang. Dia dibayar cukup besar untuk ukuran sebagai mahasiswa. Lebih dari cukup sebagai biaya kuliah. Saya ingin tahu lebih banyak tentang proyeknya ini dan dia sama sekali tidak keberatan saya meminjam berkas berkasnya untuk saya pelajari. Dia malah dengan bangganya juga mengatakan sudah ada seorang murid yang menyatakan siap menjadi murid pertama untuk pelatihan kesuksesan ini. Namanya Dewi Ratna Yuniasih (call sign: Mademoiselle Josephine). Beberapa tahun kemudian barulah saya tahu bahwa proyek inilah yang sekarang bernama The Universal Synergy.

 

Dago Tea House

Demikianlah di tahun 1988 clbk atau cinta lama bersemi kembali. Kami mulai pacaran dalam artian yang sebenarnya.  Hingga kini saya masih belum bisa melupakan semua kenangan romantis kami. Kami candle light dinner. Dia sengaja bawa beberapa lilin untuk kemudian dinyalakan. Makan malam paling romantis yang pernah saya alami seumur hidup adalah di Dago Tea House sewaktu Valentine. Dulu di tahun itu Dago Tea  (Teehuis) milik Balai Pengelolaan Taman Budaya belumlah berupa teater terbuka, masih berupa tempat makan yang romantis bisa sambil lihat panorama kota Bandung.
Dago Tea House zaman doeloe dan seperti itu di tahun 1980an sebelum dipugar. Terletak di kawasan Dago pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut. Udara yang sejuk membuat pengunjung betah bersantai dan menikmati makanan dan minuman di sini. Cocok buat pacaran. Awalnya merupakan tempat untuk minum teh dan makan atau restoran, kemudian diubah menjadiTaman Budaya Provinsi Jawa Barat.

Sayang hubungan cinta kami hanya bertahan 2 tahun saja. Saya tidak habis pikir bagaimana mungkin semua yang serba indah itu bisa berakhir. Hubungan yang sudah sangat jauh. Mungkin memang benar kata orang-orang, tiada bulan madu yang tiada berakhir. Hanya saja saya tidak pernah bisa berhenti menyalahkan diri sendiri. Saya pikir selalu sayalah yang patut dipersalahkan karena menghambarkan hubungan kami.  Sikap saya yang begitu posesif tidak disukainya. Bertolak belakang dengan pendiriannya yang bebas tapi bertanggung jawab. Kami selalu beda pendapat dalam hal hubungan asmara. Dulu saya begitu egois menuntutnya untuk setiap minggu menjadi kunjungan wajib ke Bandung menemui saya. Itulah jawaban teka teki kenapa Bandung menjadi barometer perkembangan Unisyn karena perguruan ini tumbuh besarnya di sini, Bandung. Bahkan siswa dari Ambon pun juga digiring pelatihannya disini. Paris van Java ini sering dijadikan ajang pelatihan buat murid murid perguruan. Situ Lembang sebagai kawah Candradimuka.  Situ Patengang dan Bukit Citatah juga 11-12. Tentu dong, kan pelatihnya sambil melatih murid murid juga sekalian ‘wakuncar’ alias Wajib Kunjung Pacar, menemui saya. Absen sekali, marah saya bisa sebulan. Di sisi lain dia sudah terbiasa dari kecil serba sendiri. Ada kalanya ia menginginkan waktu menyendiri, tidak mau saya ganggu dan itu selalu berbuntut pertikaian besar bagi kami. Akhirnya kami pisah baik baik bertepatan ia ditugaskan perusahaan tempatnya bekerja untuk audit ke PT Jayanti, di Pulau Seram, Ambon.

Kuliah Kedokteran

Setelah lulus dari pendidikan di fakultas kedokteran selama 4 tahun, saya masuk pendidikan klinik program studi profesi dokter (PSPD). Saya berkeliling ke semua bagian/stase. Ada stase mayor (anak, ob-gyn, penyakit dalam, bedah) dan ada stase minor (anestesi, neurologi, psikiatri/jiwa). Ada giliran jaga malam, tugas poliklinik maupun tugas di bangsal. Di fase pendidikan klinik ini kami disebut dokter muda (istilah kerennya) atau ko-ass; sering diplesetkan jadi: Kelompok Anak Selalu Salah; memang sih, sepertinya nasib ko-ass ya salah melulu. Saya praktek di Gedung Rumah Sakit Pendidikan UNPAD di Jl.Eijkman No.38 Bandung.

Di awal mau masuk Stase Anastesi dan StaseBedah rasanya deg-degan. Di sini (di OK -ruang operasi) ketemu dokter dokter yang sebagian besar dokter bedah dan notabene galak-galak. Stase yang ditakuti. Tak ada satupun koass yang berani masuk Stase Bedah. Tetapi stase ini yang paling berkesan buat saya. Saya mesti kerja di poly, di bangsal, di UGD dan pertama kalinya merasakan jaga malam. Untungnya dapat teman satu group yang kompak dan saking kompaknya kami berhasil bikin para residen bedah ortopedi (yang ganteng ganteng) ikut kompak. Mereka bantu kami jawab tugas kasus yang diberikan penguji. Sampai sampai ada penguji yang bingung dan mengatakan “sepertinya kok saya merasa pernah dengar ya dengan jawaban kalian…apa betul ini jawaban kalian?”  Ternyata penguji-nya “ngeh” juga kalau jawaban kami sama persis dengan jawaban residen bedah. Jaga malam gantian saling cover, jadi bisa gantian tidur meski hanya 1-2 jam sehingga tidak terlalu tewas keesokan harinya. Oh ya, kalau jaga malam bukan berarti bisa pulang besok paginya. Jadi kalau dapat tugas jaga malam hari Selasa misalnya, itu berarti kami harus datang untuk ikut kegiatan sehari hari sejak Selasa pagi sampai sore, lalu dilanjutkan terus jaga malam sampai Rabu pagi dan kembali ikut kegiatan sampai Rabu sore. Total kerja 36 jam. Pulang pun masih ada setumpuk referat dan tugas lagi (saya sendiri masih ada tambahan tugas kerja, jadi pulang rumah baru bisa jam 9 atau 10 malam). Kalau anggota group hanya sedikit, baru jaga, besok pulang, besoknya sudah jaga lagi. Seminggu mungkin hanya 2 hari ketemu bantal di rumah. Terlepas dari semua itu justru di bidang anestesi kemudiannya menjadi pilihan spesialisasi saya.

Stase lain yang juga meninggalkan kenangan yakni stase ilmu jiwa dan forensik. Disini pasien saya berbeda, bukan orang sakit biasa seperti di stase lain. Pertama kali saya dating ke bagian ini ada mantri yang mengantarkan saya, di tengah perjalanan ada orang yang menghampiri kami sambil tertawa tawa. Mantri bilang ke saya,”pasien. Kita jalan terus“. Belum lama kami jalan ada wanita yang lambaikan tangan ke kami, sambil senyum lebar. Kembali si mantri bilang,”itu pasien, ayo jalan terus” dan dekat kantor ada lagi seorang pria melihat kedatangan saya dengan serius. Kali ini si mantra bilang ke saya,”nah, yang ini dokter. Dia yang akan membimbing anda“…… mungkin maksud pak mantri itu “nah, dengan yang ini anda jangan perlakukan seperti pasien”.
Pasien pasien jiwa membuat membuka mata saya untuk lebih peka menghargai orang lain di sekitar saya. Banyak di antara mereka menderita tekanan mental karena ada kejadian traumatik yang menimpa hidup mereka. Setelah mereka sembuh-pun, masih sulit diterima kembali di masyarakat. Cap “orang gila” seolah tidak lepas dari diri mereka meski mereka sudah sembuh, bahkan kadang keluarga mereka meninggalkannya begitu saja di RSJ tanpa pernah dijenguk sekalipun. Saat saya berinteraksi dengan mereka, ternyata saya merasa mereka punya hati yang bahkan lebih tulus daripada orang normal! Mereka tahu bahwa saya membutuhkan mereka untuk lulus ujian dan mereka membantu dengan segenap hati meski kadang mereka harus kembali dengan pahitnya mengingat kejadian kejadian traumatik mereka atau halusinasi atau suara suara yang pernah mereka dengar hanya untuk supaya saya bisa menulis status medis si pasien dengan komplit. Setelah selesai ujian, lulus, ya selesai. Kami melangkah terus ke depan meninggalkan mereka, sementara mereka hanya bisa tersenyum mengucapkan selamat dan kembali ke kamar masing masing. Sejak saat itu, saya tidak mau lagi bercanda mengolok olok pasien RSJ. Mereka juga manusia yang punya hati (yang hanya kebetulan kurang beruntung) dan harus dihargai keberadaannya.

Sedangkan “pasien” forensik membuat saya belajar menghargai hidup saya. Rasanya miris mengingat saya pernah mengotopsi pasien kecelakaan dengan nasi masih utuh di lambungnya. Bayangan bahwa ia baru saja menyelesaikan makan paginya untuk berangkat kerja ke kantor, ternyata malah berakhir di meja otopsi, sungguh membuat saya lebih menghargai hidup dan ingat ada kuasa yang lebih besar dari kuasa manusia.

Masih banyak cerita berkesan di setiap stase yang pernah saya lalui. Saya berterima kasih untuk para dokter dokter senior yang sudah meluangkan waktunya mendidik dan juga dari pasien pasien yang banyak membuka mata saya. Tidak hanya ilmu kedokteran yang saya dapat, tapi juga filsafat kehidupan.

Dokter juga manusia yang punya kelebihan dan kekurangan. Tidak mudah tetap tersenyum dan sabar menghadapi pasien sementara anak sendiri di rumah sedang sakit dan tidak bisa ditunggui. Tidak mudah menghibur pasien yang berduka, sementara dokternya sendiri sedang berdukakehilangan anggota keluarganya. Meski begitu, saya juga mengakui memang itulah resiko tanggung jawab yang dipikul seorang dokter. Jangan jadi dokter hanya untuk gengsi, gelar semata mata karena akhirnya jadi tidak sepenuh hati menjalani tugasnya. Masyarakat juga harus jeli dan pintar melihat mana yang dokter sungguhan dan bukan.