Potato Chips

Nirmala03

 

Author: Nirmala Chandra

Masyarakat memandang profesi dokter sebagai pekerjaan yang enak, cepat mendatangkan uang, dan sebagainya. Namun pada kenyataannya tidak sedikit yang terheran heran begitu mengetahui bahwa tahun pertama menjadi dokter harus dijalani dengan wajib kerja tanpa gaji.

Awal saya berlatih Uni-G berbarengan waktu saya masih pendidikan dokter umum kurang lebih 4 tahun atau 8 semester di UNPAD. Sebagai mahasiswa, bisnispun belum ada, belum dipikirkan; yang ada hanyalah pacaran dengan Coach saya sendiri yang juga kebetulan dikenal sebagai Bapak Pendiri Unisyn. Waktu hanya diisi belajar dan pacaran. Namanya mahasiswa kedokteran meski dibekali ilmu kedokteran belumlah mendapat kewenangan untuk memeriksa pasien.

Setelah putus pacaran bersamaan dia ditugaskan perusahaan tempatnya bekerja ke Ambon, saya berusaha fokuskan diri ke karier, magang di Rumah Sakit Santo Borromeus, Bandung kurang lebih 2 tahun menyandang gelar “dokter muda” atau “Co-assisten/Coass”.

Di tahun 1994 saya menikah dengan pria yang lain, bukan Coach saya itu, namanya jodoh hanya Tuhan yang tahu. Begitu menikah, Dream Book yang sudah lama dibuat sesuai anjuran Unisyn, itu buku berpindah tempat ke gudang cukup lama hingga berdebu. Waktu kebetulan bertemu lagi sesaat dengan Coach saya sedang menjalani Internsip di daerah Sumedang. Para dokter internship ibarat tentara yang pergi perang hanya dibekali pisau, bukan senapan apalagi senapan mesin. Bisa dipakai untuk membunuh musuh, tapi bakal lama dan berisiko tinggi dibunuh duluan. Status dokter internship ini bukan PNS maupun pegawai swasta. Karena mereka tanpa status maka mereka banyak yang tidak menerima gaji. Dokter internship hanyalah buruh Kemenkes yang dipekerjakan secara outsourcing selama satu tahun dengan kewajiban menjalani penempatan yang telah ditentukan. Gerak dan hak terbatas karena hanya mendapat upah sebatas bantuan hidup; ini pun dikurangi pajak. Dokter internship ini layaknya tenaga honorer. Tidak jarang dokter internship menyambi pekerjaan lain demi menyambung hidup mereka.

Waktu bertemu lagi, Coach sempat menanyakan apa kabarnya your Dream Book. Selagi diajaknya saya minum teh di kedai pinggir jalan dan saya jawab malu malu diplomatis: baik baik saja. Kebutuhan mengejar cita-cita alias membuka kembali Dream Book yang sudah mulai menguning dan berdebu itu baru terjadi setelah meninggalkan tanah air di tahun 2008 untuk pindah dan memulai hidup baru (setelah menutup kegagalan pernikahan) ke Los Angeles, AS.

No#1

Banyak mengatakan saya bodoh kenapa saya sampai harus meninggalkan tanah air setelah bercerai. Ada benarnya. Tetapi apakah penghasilan dokter spesialis itu besar di negara kita? Petugas pajak barangkali pun lupa. Soalnya para koruptor mempunyai tabungan yang jauh lebih besar di Indonesia dari yang bisa dikumpulkan seorang dokter seumur hidupnya. Seorang dokter spesialis di Rumah Sakit pemerintah memang rata-rata hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 10 juta per bulan dan ini sudah termasuk gaji pokok, insentif, dan jasa kunjungan pasien. Tentu Borromeus sedikit lebih besar dan menjadi jauh berbeda di rumah sakit swasta lainnya yang lebih bonafide. Namun, dokter swasta tidak bisa dikategorikan sebagai dokter PNS karena tidak memiliki nomor induk pegawai dan tidak diangkat berdasarkan surat pengangkatan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

Jauh sebelum menjadi dokter spesialis, pikiran banyak orang bahwa dokter itu adalah orang yang punya banyak uang merupakan asumsi dan dugaan saja. Dokter residen (Resident )adalah seorang dokter yang sedang menjalani pendidikan untuk menjadi seorang dokter spesialis; disebut juga Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis atau disingkat PPDS. Seorang residen menjalani pendidikan di rumah sakit yang besar atau sangat besar. Namun bukan berarti ada peningkatan rezeki bagi si dokter jika kondisinya dibandingkan pada waktu tugas didesa. Di Amerika ini, seorang residen dianggap bekerja di RS tempat dia bertugas dan akan digaji sesuai layaknya pendapatan seorang dokter; di tahun 2018 sekitar US$ 60,000 per tahun. Di Indonesia? Seorang residen tidak dibayar, meski seharusnya ada hak insentif (UU 20 tahun 2013). Mereka bekerja dan dibayar hanya dengan “harapan”! Harapan akan menjadi spesialis. Sejatinya profesi dokter seringkali menempati posisi yang sulit. Seringkali dokter harus memilih pilihan yang buruk daripada pilihan yang lebih buruk.

Maaf, mereka ini merupakan tenaga kerja murah dan sangat menguntungkan bagi RS. Padahal sangat berat menjadi seorang residen karena mereka harus belajar sambil bekerja, sementara pendapatan merosot dibandingkan pada saat masih bertugas di puskesmas. Lagi, bekerja keras dan dibayar dengan harapan. Agak berlebihan kesannya, tetapi itulah faktanya. Itulah cerita tentang seorang dokter yang hanya dibayar dan digaji dengan harapan. Cahaya mata dokter residen hanya berbinar disaat melihat pasien sembuh, bukan melihat gaji.

Kenapa saya harus ke negeri Paman Sam? Betul demi menutup “buku” masa lalu. Namun berapa gaji atau penghasilan seorang dokter di Amerika ini? Pada tahun 2009, pemerintah AS melakukan survei terhadap 1,2 juta jenis usaha di seluruh AS. Ternyata sepanjang 2009 sembilan dari 10 profesi termahal  berasal dari industri kesehatan. Di antara profesi di bidang kedokteran yang termasuk 10 besar termahal adalah dokter anestesi (ups…itu profesi saya) selain dokter spesialis bedah mulut, dokter spesialis gigi, serta dokter kebidanan dan kandungan. Tahun 2010, penghasilan dokter anestesi di South Carolina berkisar dari $137 400 sampai dengan $290 137 per tahun. Secara umum penghasilan dokter AS sekitar US D 200 000  dan di Inggris sekitar £65,000.

Namun dari kesemua itu, di hari pertama kaki saya menginjakkan tanah negeri orang saya menyadari sepenuhnya bahwa saya harus mengulang semuanya dari nol atau Square one! Sedikit cerita pengalaman pribadi tentang memulai usaha di tahun awal saya pindah ke kota ini, LA (Los Angeles, bukan Lenteng Agung). Berat perjuangan fisik dan batin karena biasanya saya menjadi pekerja keras dan disaat berhenti malah jadinya bingung. Akhirnya tabungan sedikit sedikit saya buka untuk modal selain untuk makan. Saat itu belum terpikir mau jualan apa. Jiwa usaha saat itu belum muncul, karena stress. Padahal sebelum ninggalkan tanah air sudah sempat berwiraswasta punya toko obat di Sumedang. Apa yang ada dipikiran bagaimana bisa mendapatkan barang yang mudah dijual. Awalnya memutuskan untuk berjualan tas didatangkan dari Bandung melalui relasi saya yang berprofesi pramugari, Naomi, adik teman kolega saya Susi, Phd. Tetapi karena pada saat itu teman disini masih sedikit dan saya belum menggunakan jualan online, akhirnya barang yang dijual kurang laku. Kemudian saya memutuskan untuk berjualan batik. Saya jual batik Solo seperti daster, kemeja, atasan, sarimbit dan baju anak. Lagi-lagi karena pada saat itu teman tidak banyak jadi sulit menjualnya. Bukan karena tidak laku tetapi pertemanan atau relasi saya di sini sangat terbatas akibat RDBMS belum lama ditekuni. Pada akhirnya uang yang sedikit dari hasil jualanpun menguap tidak berbekas karena saya harus makan dan minum. Berhubung selalu kekurangan uang, saya ketat melakukan diet Optimizer dari Unisyn. Banyak orang tahunya Optimizer identik dengan senam pernapasan ala Merpati Putih. Tidak; melainkan juga termasuk Herbal therapy, accupressure/accupuncture sampai TCN atau Traditional Chinese Medicine dan Ayurveda, ilmu kesehatan yang berasal dari negara India.

Image result for ayurveda

Optimizer itu tidak cuma mengoptimize-kan Pillar 1, tapi semua Pillar dioptimalkan, sesuai dengan namanya – HBO (Human Being Optimizer). Diet Optimizer saya lakukan mulai dari food staple, tiger diet hingga mutih (white plain). Namun demikian, berhubung masalah di keuangan pribadi, di setiap jeda diet yang seharusnya saya bebas makan yang bernutrisi, terpaksa dokter Spesialis Anestesiologi ini sering hanya bisa makan crunchy potato chips…. sedih…

Image result for potato chips pictures

Potato chips

Sewaktu memulai usaha bisnis di negeri orang dengan sistem member gets members sudah tentu berbagai ragam komentar negatif dari orang dan terkadang membuat saya hanya bisa menitikkan air mata, yang pada intinya komentar mereka:”what the Hell….” apalagi yang saya tawarkan jarang jarang ditawarkan orang. Misalnya saya tawarkan pulsa HP (itu sudah umum) atau produk kesehatan (paling banyak), tetapi yang saya tawarkan itu Klub atau komunitas atau paguyuban atau apalah yang unik membuat orang mengernyitkan dahinya! Saya sempat mengira bisnis bangun jaringan sudah mulai jenuh sehingga tidak ada lagi “jaminan sukses”…tambah lagi stigma negatif di masyarakat yang cenderung memandang networking sebagai sarana untuk menjebak dan tipu menipu.

Beragam taktik RDBMS yang telah diajarkan Unisyn saya tempuh setelah relasi mulai terbangun. Saya mulai dengan mengundang orang untuk kumpul kumpul di rumah “kediaman” saya, sebab memang bukan rumah saya melainkan rumah sahabat my Coach di daerah Monterey Park di sebelah barat San Gabriel Valley, Los Angeles. Acara itu kumpul kumpul biasa yang berakhir biasa saja dengan saling bertukar kartu nama. Disini saya mengcopy cat gaya bu Linda Nisida. Tidak pernah saya mengundang ke sebuah pertemuan bernada MLM yang akan membuat orang marah. Bentuk ajakannya sama sekali tidak dibungkus dengan tawaran bisnis atau seperti yang umum dilakukan MLM mengundang dengan dalih “proyek” atau malah memberi kesan ada lowongan pekerjaan. Hanya kumpul untuk berkenalan, titik. Karena saya sendiri selalu menaruh curiga jika ada teman yang mengajak bertemu dengan alasan ada yang ingin dibicarakan tapi tidak jelas apa maunya.

Image result for Monterey Park

Monterey Park

Beberapa hari berikut, mulai saya kontak teman teman baru ini dan mengajak bertemu lebih lanjut, didevelop. Berbagai alasan saya gunakan yang kesemuanya bermuara pada satu: saya ingin tahu lebih lanjut tentang profesinya. Ketika satu per satu ada yang setuju untuk bertemu lagi dan ngobrol banyak sambil makan siang ataupun sekedar ngopi di kafe, tentu ada yang belum apa apa munculkan sikap defensif pada saya. Tetapi saya selalu tidak memaksakan apa-apa. Makan siang atau minum kopi terus dilanjut dengan nyaman.

Reputasi bisnis MLM sebenarnya menjanjikan tetapi sayangnya dirusak oleh sekelompok orang yang menghalalkan banyak cara untuk menjaring calon downline. Ketika saya mencoba “menjaring” pertemanan dengan RDBMS dimana caranya ‘serupa tapi tak sama’ tentu cukup banyak yang apriori sehingga dulu itu menghambat saya mencari prospek. Bisnis network marketing meski digembar-gemborkan pengikutnya sebagai jalan menjadi kaya dalam semalam, memang bukan satu-satunya jalan keluar. Wajar kalau orang berpikir masih banyak peluang lain yang lebih menguntungkan. Masalahnya, apa peluangnya?!

Dari pengalaman itu saya memulai usaha banyak pelajaran yang saya dapat dan membuktikan apa yang selalu diarahkan oleh perguruan Unisyn itu benar dan bekerja – RDBMS! Tetapi mohon jangan samakan RDBMS dengan mlm. Kemudian saya menjadi selalu berpikir efektif, ketika kita punya uang yang terlintas dibenak bagaimana caranya membuat uang itu menjadi berkembang. Berikutnya teliti dan cermat dalam usaha dan diusahakan harus ada partner atau Right Hands yang bertugas mewakili diri kita untuk menjalankan bisnis kita. Kemudian jiwa dan raga kita harus benar-benar sehati untuk menjalankan usaha dan focus.

Setelah fokus ke bisnis Community Building melalui mekanisme member gets members, baru 2 (dua) bulan pertama saja aset saya sudah mencapai US$ 10,000. Saya semakin bersemangat dan ingin membagi kesejahteraan itu dengan mengajak banyak orang ikut bergabung. Saya terus merekrut dari ratusan hingga akhirnya ribuan orang. Di awal saya berhasil mencetak 500 orang dengan penghasilan sekitar US$ 10,000 kemudian setiap bertambah 100 orang dengan hingga US$ 25,000. Strategi segmen pemasarannya saya rangkul kalangan sosialita kelas atas, anak muda, kaum intelektual dan belakangan barulah pengguna Internet termasuk sosial media. Saya bentuk tim creative marketing online aktif bergerilya di media sosial.

Setiap anggota komunitas saya yang ingin bergabung kemudiannya saya wajibkan sekalian membuka bisnis sendiri dibawah naungan Klub atau berbisnis bersama dalam bentuk kerja sama. Lama lama tapi pasti Passive Income saya meningkat dari bulan ke bulan sejalan dengan kenaikan Assets saya. Juga otomatis semakin hari penampilan saya ‘membaik’ akibat ditopang dari penghasilan yang meningkat pesat. Warna baju jas putih dokter yang tadinya kusam, jas snelly yang dicuci dengan menggunakan coin laundry – murahan, menjadi cerah karena saya beli baru, brand new. Juga sepatu yang sudah sempat habis telapak kakinya karena sering dibawa berlari-lari sepanjang koridor rumah sakit; sepatu yang tak sempat disepuh dengan menggunakan semir karena buru-buru mengejar panggilan Code Blue. Dulu saya tetap harus senyum, senyuman dari wajah yang dipoles lapisan kosmetik murahan dan asal asalan karena tidak mampu beli yang mahal.

Setelah mengalami kesemua pederitaan itu dan mencapai posisi EF di Unisyn, titian saya meraih Subspesialis (Sp2) atau lebih dikenal sebagai Konsultan neuroanestesi dengan mudah dan ringan saya jalani. Sekedar info, kecenderungan dokter-dokter indonesia memakai terlalu banyak gelar sangat berbeda dengan yang terjadi diluar negeri tanpa tambahan embel-embel spesialisasinya. Dokter di luar negeri yang  ahli atau spesialis dalam bidang tertentu tidak memakai gelar spesialis di depan atau di belakang namanya.

Kini saya punya target baru> mengambil Phd. Hatur nuhun my beloved coach, Matur nuwun Unisyn.